Sabtu 14 May 2016 10:15 WIB

Kuda Hitam Bayangi Setya Novanto-Ade Komarudin

Calon Ketua Umum Partai Golkar  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Calon Ketua Umum Partai Golkar (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Joko Sadewo

Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar telah menghadirkan delapan calon ketua umum. Persaingan dan dukungan yang masih cair dari para pemilik suara membuka peluang munculnya kuda hitam sebagai pemenang.

Hingga kini persaingan sengit dan terkesan saling serang justru muncul di dua calon, yang memegang posisi penting Golkar di Parlemen, yaitu Ketua DPR Ade Komarudin dan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto. Kedua calon ini melalui pendukungnya sudah melemparkan sejumlah pernyataan 'saling serang'.

Dalam sejumlah pernyataan di media massa maupun online, secara tidak langsung Timses Ade Komarudin, Bambang Soesatyo melontarkan isu Partai Golkar yang harus dipimpin oleh figur yang bersih, tidak mempunyai beban hukum, dan tidak memiliki resistensi yang tinggi.

"Kalau Golkar dipimpin oleh figur yang memiliki resistensi tinggi, maka jangan berharap Golkar bisa bertahan di 5 besar. Dan jangan bermimpi para pimpinan partai dan kader Golkar di daerah bisa terpilih menjadi bupati, wali kota, gubernur dan anggota dewan," kata Bambang.

Sejumlah kader Golkar lainnya juga seringkali memunculkan kembali isu 'Papa Minta Saham' ke publik. Melalui media sosial 'Papa Minta Saham' ini diplesetkan menjadi 'Papa Minta Ketum'.

Serangan balik terhadap Ade Komarudin juga tidak kalah kencangnya. Dalam sejumlah pernyataan di media massa maupun media sosial, Ade Komarudin 'diserang' dengan persoalan cidera janji Ade Komarudin. Sebelum menjadi ketua DPR, Ade Komarudin telah membuat surat pernyataan resmi yang disertai dengan tanda tangannya untuk tidak maju menjadi ketua umum Partai Golkar.

Saling melapor ke Komite Etik Munaslub Partai Golkar juga terjadi. Setya Novanto dilaporkan telah melanggar kode etik karena dituduh tim suksesnya melakukan pertemuan di Ritz Carlton dan turnamen golf. Sementara Ade Komarudin dilaporkan terkait dengan pertemuan kubu Ade Komarudin dengan pimpinan DPD I Golkar Kalimantan Barat di Grand Melia.

"Pertemuan yang tidak sengaja di Hotel Grand Melia dianggap melanggar aturan, sedangkan pertemuan yang sudah direncanakan seperti pertemuan di Ritz Charlton dan turnamen golf yang direncanakan sebelumnya dianggap tidak melanggar. Ada apa dengan Komite Etik?" kata Bambang Soesatyo.

Lalu bagaimana dengan situasi pemilik suara?.

Berbeda dengan Munas Partai Golkar sebelum-sebelumnya, peta suara hingga kini masih relatif cair, bahkan sepertinya akan sulit untuk dikontrol para calon ketua umum. Jika pada munas-munas sebelumnya, seringkali ada model 'karantina' bagi pendukungnya, tapi pada munaslub ini model 'karantina' dilarang oleh Komite Etik.

Karantina adalah model menempatkan para pemilik suara pendukung mereka ke satu hotel dengan melakukan pengawasan yang ketat. Kondisi ini membuat pemilik suara lebih bisa 'bergerak' dari satu calon ketua umum ke calon ketua umum lainnya.

Memang sekarang ini masih banyak yang memiliki pandangan bahwa 'uang' sangat menentukan pemenang di Munaslub Partai Golkar. Persoalan 'uang' ini yang sering dijadikan dasar pijakan bahwa Ade Komarudin atau Setya Novanto akan terpilih menjadi ketua umum. Hal ini karena secara logistik keduanya diduga lebih kuat dibandingkan calon-calon lainnya.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah Ade Komarudin dan Setya Novanto akan menggunakan politik uang untung menang?. Jawabannya bisa saja 'iya' tapi bisa juga 'tidak'. Kalaupun mereka berani menggunakan cara itu, tentu tidak akan selonggar dan segampang praktik-praktik sebelumnya.

Dan kalaulah mereka menggunakan cara itu, apakah para penerima uang politik akan konsisten memilih mereka?. Itupun tidak menjadi jaminan, mengingat penghapusan 'karantina' membuat para pemilik suara sudah sulit untuk diidentifikasi. Jadi mereka bisa saja terima semua uang semua calon ketua umum, dan tetap memilih berdasarkan hati nurani.

Politikus muda Partai Golkar Doli Kurnia mengatakan kader Golkar yang menginginkan munaslub berjalan dengan bersih akan menekankan pada teknis pencoblosan dalam pemilihan. Mereka akan meminta agar dibuat sistem pencoblosan yang membuat pilihan para pemilik suara benar-benar tidak teridentifikasi.

Dalam posisi Setya Novanto dan Ade Komarudin yang bersaing dengan sengit, serta sulitnya pemilik suara dikontrol, maka bukan tidak mungkin akan muncul kuda hitam.

Terlebih para pemilik suara juga telah melihat kualitas para calon ketua umum saat melakukan kampanye dan debat. 

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan calon lain yang bisa menjadi kuda hitam adalah Priyo Budi Santoso dan Airlangga Hartarto. Priyo dan Airlangga hingga kini masih terus bergerilya menggalang dukungan DPD II.

Pemenang Munaslub Partai Golkar nampaknya masih susah untuk ditebak hingga kini. Setya Novanto dan Ade Komarudin menempati start terdepan, tapi bukan tidak mungkin kalau Priyo atau Airlangga akan menyalip mereka di tikungan terakhir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement