REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Budayawan Asep Kurnia mengatakan kebudayaan adat masyarakat Baduy yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sebagai aset internasional dan layak terdaftar di Man And Biosphere (MAB) United Unitions, Educational, Seintific and Culture Organization (UNESCO).
"Kami akan memperjuangkan kebudayaan masyarakat Baduy terdaftar di UNESCO karena bagian aset nasional dan internasional," kata penulis buku kontraversi "Saatnya Baduy Bicara" di Rangkasbitung, Sabtu (14/5).
Selama ini, masyarakat Baduy mendukung jika kebudayaan adat Baduy terdaftar pada lembaga internasional UNESCO sehingga memiliki perlindungan yang lebih kuat. Pendaftaran adat Baduy di UNESCO tersebut guna melindungi warga minoritas agar tidak terancam menghilang.
Pemerintah daerah juga menerbitkan peraturan daerah (Perda) Nomor 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Baduy.
Karena itu, pemerintah harus memunculkan bahwa kebudayaan masyarakat Baduy terdaftar di UNESCO. Selain itu juga tidak ditemukan kebudayaan masyarakat Baduy di berbagai daerah di Tanah Air maupun dunia.
Kelebihan masyarakat Baduy hingga kini masih mempertahankan adat tersendiri dengan menolak modernisasi, seperti pembangunan jalan, penerangan listrik, membangun rumah gedung permanen, penggunaan elektronika dan lainnya.
Masyarakat Baduy lebih mencintai terhadap lingkungan juga pelestarian hutan dan lahan. Bahkan, mereka yang tinggal di pegunungan Kendeng itu hingga kini komitmen melestarikan hutan. "Kami berharap pemerintah mengusulkan adat Baduy terdaftar di UNESCO karena bagian kekayaan budaya khasanah dunia," katanya.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Lebak Wawan mengatakan pihaknya setuju kebudayaan adat masyarakat Baduy terdaftar pada UNESCO.
Sebab, masyarakat Baduy sangat perhatian terhadap pelestarian hutan dan lahan agar tidak menimbulkan malapetaka bencana alam.
Masyarakat Baduy hingga kini terus melakukan penghijauan di hutan tropis Provinsi Banten dan melarang melakukan penebangan pohon di lahan-lahan hutan adat itu.
Selain itu juga masyarakat Baduy dengan angklung buun yang hingga kini tidak ada di dunia, karena angklung itu tak memiliki nada. "Kami menilai kebudayaan masyarakat Baduy layak terdaftar di UNESCO," katanya.
Tokoh Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan leuwidamar Kabupaten Lebak Saidja mengatakan masyarakat Baduy yang berpenduduk 11.345 jiwa dengan 3.465 kartu keluarga (KK), rukun tetangga sebanyak 65 orang, rukun warga 13 orang dan lembaga adat 96 orang cukup kondusif.
Masyarakat Baduy sejak dulu hingga kini cukup damai tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga menjaga hutan lindung karena titipan nenek moyang yang harus dilestarikan. "Kami mendukung saja jika budaya Baduy masuk aset nasional dan internasional," katanya.
Beberapa negara yang memiliki situs budaya dunia dan terdaftar pada UNESCO, di antaranya Prancis diantara memiliki 41 situs warisan adat budaya dunia terdaftar UNESCO dan 31 pada daftar tentatif.
Selanjutnya, Jepang memiliki 19 situs budaya dunia terdaftar pada UNESCO dan 31 situs dalam daftar tentatif.
Namun, Indonesia hanya memiliki delapan warisan situs dunia yang terdaftar pada UNESCO dan 18 pada daftar sementara. "Kami berharap Indonesia dapat menambah situs warisan dunia dengan adat Baduy itu masuk terdaftar di UNESCO," ujarnya.