Ahad 15 May 2016 10:30 WIB

Daerah Dinilai Butuh Regulasi Khusus Hukum Kejahatan Seksual

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nur Aini
Pelecehan seksual anak (ilustrasi).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pelecehan seksual anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat Nurani Perempuan Women's Crisis Center (WCC) mengungkapkan, daerah membutuhkan regulasi dan kebijakan khusus untuk menghukum pelaku kejahatan seksual.

 

"Kebutuhan akan kebijakan khusus dirasakan oleh daerah, terkait sulitnya proses hukum berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dan anak perempuan," kata Ketua WCC Nurani Perempuan, Yefri Heriani kepada Republika.co.id, Sabtu (14/5).

Berdasarkan data Nurani Perempuan, pada 2015, dari 29 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi, baru 10 kasus yang tuntas hingga putusan pengadilan. Artinya, masih ada 65 persen kasus yang berhenti penanganannya.

"Hal ini disebabkan karena proses hukum yang ada saat ini menghendaki pembuktian dan saksi. Untuk kasus kekerasan seksual tentu akan menyulitkan korban," ujar Yefri.

Ia menuturkan, payung hukum yang benar-benar melindungi dan memberikan keadilan pada korban, perlu segera disediakan negara. Sehingga, Nurani Perempuan bersama Forum Pengada Layanan (yang ada di 32 provinsi) serta Komnas Perempuan dan jaringan organisasi masyarakat sipil lainnya, mendorong pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam prolegnas tambahan 2016.

Yefri menjelaskan, substansi dari RUU tersebut, yakni menekankan pada pemenuhan hak korban. Hal itu termasuk, pemulihan yang selama ini abai dan tak mendapatkan perhatian pengambil kebijakan.

Upaya pencegahan juga menjadi perhatian dalam RUU tersebut, di mana pendidikan yang adil dan setara gender menjadi aspek perting. Sebab, Yefri menuturkan, realita sosial selama ini menunjukkan, berbagai bentuk kekerasan seksual terjadi pada perempuan dan anak karena posisi mereka yang tersubordinatkan. Kemudian, berakibat relasi sosial dan kuasa yang timpang, sehingga perempuan dan anak menjadi semakin rentan menjadi korban.

"Pelaku, yang dalam masyarakat sering mendapatkan privilage untuk melegitimasi kejahatannya, dengan mudah melakukan penguasaan tubuh, kesejahteraan bahkan kedaulatan korban," ujarnya.

Baca juga: Kebiri Dinilai tak Cukup Ampuh Lindungi Korban dari Kejahatan Seksual

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement