REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA — Tujuh kandidat ketua umum Partai Golkar sepakat untuk menolak sistem pemilihan ketua umum dilakukan secara terbuka. Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Nusa Dua Bali.
Sebelumnya, dalam pramunaslub yang digelar, Sabtu (14/5) siang, muncul gerakan untuk mendorong sistem pemilihan secara terbuka untuk memilih ketua umum Golkar yang baru. Tujuh kandidat tersebut adalah Ade Komaruddin, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Aziz Syamsuddin, Priyo Budi Santoso, Indra Bambang Utoyo dan Syahrul Yasin Limpo.
Salah satu bakal caketum nomor satu, Ade Komaruddin mengaku prihatin adanya kelompok orang yang hanya sedikit untuk memaksakan digelar pemilihan sistem terbuka. Tujuh kandidat sepakat sistem pemilihan terbuka merupakan bentuk intimidasi untuk pemilik suara.
Padahal, munaslub Golkar digelar sebagai ajang rekonsiliasi bagi seluruh kader Golkar. Sebab itu, skenario pemiliha terbuka merupakan cara mencederai munaslub. “Kami menolak keras upaya yang dilakukan untuk pemilihan terbuka yang membuat (pemilihan) tidak demokratis,” ujar Akom dalam konferensi pers di Nusa Dua Bali.
Akom menambahkan, sistem pemilihan secara terbuka juga tidak sesuai dengan sistem pemilihan yang diatur dalam AD/ART. Yaitu menganut sistem pemilihan yang langsung, umum, bebas rahasia.
Tujuh kandidat calon ketua umum dalam pertemuan Sabtu (14/5) malam sudah sepakat untuk menolak sistem pemilihan terbuka dan menjamin hak pemilik suara. Menurut Akom, hal ini akan menjamin pemilik suara untuk memilih caketum sesuai hati nuraninya, bukan atas godaan politik uang.
“Gagasan nyeleneh yang tidak sesuai rambu-rambu Golkar tentu menjadi gagasan yang tidak boleh diakomodir,” tegas dia.