REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Nelayan di Muara Angke menyebut proyek reklamasi di Teluk Jakarta masih berlangsung. Padahal, pemerintah beberapa waktu lalu telah menyegel tiga pulau buatan hasil proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Ketiga pulau tersebut adalah Pulau C, D, dan G.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli sebelumnya sudah meminta pengembang untuk menghentikan aktivitasnya di pulau itu.
“Proyeknya tetap jalan mas. Sepertinya instruksi moratorium dari menteri dianggap angin lalu saja oleh pengembang,” ujar salah seorang nelayan Muara Angke, Castam, kepada Republika.co.id, Ahad (15/5).
Beberapa hari belakangan ini, kata Castam, ia dan rekan-rekannya sesama nelayan menyaksikan sejumlah peralatan berat masih beraktivitas di Pulau G. Pemandangan semacam itu biasanya mereka jumpai selepas magrib.
“Setiap hari kami memantau proyek pembangunan Pulau G dari Pantai Mutiara (Pluit). Dari hasil pengamatan kami, peralatan backhoe masih sibuk muter-muter menguruk pasir di pulau itu,” katanya.
Castam mengungkapkan, pihak pengembang saat ini juga masih terus berupaya memasarkan properti yang rencananya akan dibangun di atas Pulau G. “Menurut informasi yang kami peroleh dari kantor marketing di Green Bay Pluit (Agung Podomoro Group), harga satu unit bangunan di Pulau G disinyalir mencapai Rp 9 miliar,” ucapnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya telah menyegel Pulau C, D, dan G pada Rabu (11/5) lalu. Penyegelan tersebut sebagai tindak lanjut dari kebijakan moratorium pemerintah terhadap proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Siti mengatakan, pembangunan pulau-pulau buatan itu dihentikan lantaran banyaknya pelanggaran yang ditemukan oleh instansinya. Di antara pelanggaran itu adalah tidak ditaatinya AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) oleh para pengembang dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Pelanggaran fisik harus diperbaiki dan amdal juga harus diubah. Dengan begitu, izin lingkungan dari gubernur DKI harus diubah juga,” ujar Siti.