REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Demam Berdarah Dengeu (DBD) masih menjadi ancaman di Kabupaten Sleman. Pasalnya kasus DBD semakin meningkat dari bulan ke bulan. Bahkan, hingga Mei ini Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman mencatat ada 413 kasus DBD yang terjadi di kabupaten setempat.
Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Sleman, Novita Krisnaeni menyampaikan, peningkatan signifikan kasus DBD terjadi pada Februari.
"Puncaknya Februari, karena di bulan itu curah hujan cukup tinggi. Sehingga genangan air muncul di mana-mana," katanya saat ditemui di kantor dinas, Senin (16/5).
Secara detail, Novita mengemukakan, kasus DBD pada Januari 2016 sebanyak 111, Februari 131, Maret 117, dan April 54 peristiwa. Sementara pada Januari 2015 jumlah kasus DBD hanya berjumlah 99, Februari 106, Maret 86, dan April 64 peristiwa.
Di Sleman sendiri terdapat tujuh daerah kecamatan endemik. Antara lain Depok sebanyak 65 kasus pada tahun ini, Kalasan 52, Godean 52, Gamping 48, Mlati 41, Ngaglik 29, dan Berbah 29 kasus.
Adapun daerah dengan tingkat kejadian DBD paling rendah meliputi Cangkringan lima kejadian, Pakem satu kasus, dan Turi nihil.
Novita mengemukakan, penurunan kasus DBD tidak dapat dilakukan hanya dengan fogging. Pasalnya metode kimia tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Di mana kekebalan tubuh nyamuk dapat meningkat.
"Yang penting itu pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus. Kita harus biasakan hidup lebih bersih dan sehat," katanya.
Novita menyampaikan, langkah pertama yang harus dilakukan saat ada anggota keluarga terserang DBD adalah memeriksakannya ke pusat kesehatan terdekat, salah satunya Puskesmas.
Sebab saat ini Puskesmas sudah bisa melayani pasien DBD. Sebenarnya, kata Novita, tidak semua pasien DBD harus dirawat inap di Puskesmas atau rumah sakit (RS). Sebagian dari mereka dapat dirawat di rumah.
"Yang penting kan cairan tubuhnya tetap dijaga. Banyak minum cukup membantu kestabilan tubuh pasien," paparnya.
Sementara itu, Camat Depok, Budiharjo membenarkan bahwa wilayahnya masuk ke dalam daerah endemik DBD. Adapun desa dengan tingkat kejadian DBD paling tinggi adalah Condongcatur. Sebab daerah tersebut merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi.
Guna menekan kejadian penyakit tersebut, pemerintah kecamatan telah melakukan beberapa upaya. Di antaranya pemberantasan sarang nyamuk bersama, pemantauan jentik, dan gerakan Jumat bersih. "Program-program tersebut kami lakukan bekerjasama dengan Puskesmas," kata Budi.