REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak pernah melarang seseorang merangkap jabatan sebagai ketua partai politik dengan jabatan fungsional lembaga negara.
"Saya tidak pernah mendengar dari beliau (Presiden Jokowi). Tapi, Zulkifli Hasan yang juga ketua partai (Partai Amanat Nasional--Red) jadi ketua MPR diterima, jadi saya pikir Presiden tidak pernah menyampaikan itu," kata JK, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (16/5).
Pernyataan tersebut disampaikan Wapres untuk menanggapi dinamika Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di Bali yang diagendakan juga akan memilih ketua umum baru. Delapan kandidat calon ketua umum Golkar telah memperoleh nomor urut.
Kedepalan orang itu yakni Ade Komarudin (nomor urut 1), Setya Novanto (nomor 2), Airlangga Hartarto (nomor 3), Mahyudin (nomor 4), Priyo Budi Santoso (nomor 5), Aziz Syamsuddin (nomor 6), Indra Bambang Utoyo (nomor 7), dan Syahrul Yasin Limpo (nomor 8).
Lebih lanjut JK menjelaskan, hampir 75 persen dari ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Golkar adalah kepala daerah, baik gubernur maupun wali kota, sehingga jabatan rangkap adalah hal yang biasa. "Bahkan, mereka bangga kalau ketua partai punya posisi yang baik karena jadi dihargai dan punya wibawa yang baik," kata dia.
Menurut Wapres, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah profesionalitas dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang diamanatkan pada jabatan masing-masing. Dalam kesempatan yang sama, JK juga menegaskan bahwa dirinya mendukung siapa pun yang akan menjadi ketua umum Golkar berikutnya, selama mengikuti proses demokrasi yang baik. Munaslub Partai Golkar telah dibuka Sabtu (14/5) malam oleh Presiden Joko Widodo.