REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Tak ada istilah menyerah, meski dunia tanpa kata-kata. Semangat mereka tetap menggebu meski yang ada hanya kebisuan. Inilah yang ditunjukkan Laurenita Hening Yovitasari (12 tahun), Agung Renal Saputra (12) dan Dwi Citra Narutama (12).
Mereka merupakan murid Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang Senin (16/5) ini, tengah melaksanakan Ujian Nasional (UN) jenjang sekolah dasar (SD).
Seperti halnya ribuan siswa SD lainnya, mereka juga tengah berjuang agar bisa lulus dalam menempuh pendidikan formal. Bedanya, ketiga murid ini merupakan murid dengan keterbatasan sebagai penyandang tuna rungu.
Mereka mendapatkan perlakuan khusus lantaran keterbatasan fisik yang mereka alami. "Mereka itu miskin kata, miskin bahasa. Ketika membaca satu kata tidak tahu, maka seluruh kalimat bakal terputus maknanya," ujar Kepala SLB N Ungaran, Asngari.
Tugas pendampingan ini, jelasnya, dilakukan sekaligus oleh pengawas Ujian Nasional bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Selain memastikan ujian berjalan dengan tertib, mereka juga membantu anak-anak ini memahami soal- soal ujian. Terutama untuk hal-hal tertentu yang memang butuh bantuan, seperti mengisi nomor peserta ujian.
Dalam hal menjawab soal ujian juga dibutuhkan bantuan agar para murid berkebutuhan khusus ini bisa mengerjakan seteliti mungkin. "Karena anak- anak seperti ini tidak mendengar, jadi mereka tidak bisa memahami untuk silang atau dilingkari, tadi saja hampir mencentang," kata Umi Yaniar Astri, salah seorang pengawas UN di SLBN ini.
Menurut Umi, meski hanya mengawasi, ia harus memiliki semangat dan ekstra kesabaran dalam mendampingi peserta ujian murid SLB ini. Sebab, dengan keterbatasan fisik yang dimiliki mereka berpotensi melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. "Pendampingan ini hanya sebatas membantu anak- anak memahami perintah dan soal-soal saja," jelasnya.
Umi juga menambahkan, keterbatasan bahasa yang menghambat para siswa berkebutuhan khusus dalam memahami soal-soal ujian. "Namun mereka tetap bersemangat untuk belajar dan mengikuti Ujian Nasional," tambahnya.
Sementara itu, kehadiran para pengawas khusus yang memahami karakter dan bahasa para siswa berkebutuhan khusus setidaknya dapat membantu kelancaran pelaksanaan ujian nasional anak-anak SLB.
Laurenita Hening Yovitasari mengaku dengan bahasa isyarat tetap bisa mengerjalan soal ujian kali ini. Ia juga mrngaku kehadiran para pengawas juga sangat membantu siswa dalam memahami soal yang diujikan.
Penyelenggaraan UN SDLB di Kabupaten Semarang tahun ini diikuti oleh empat siswa berkebutuhan khusus. Tiga orang peserta merupakan murid SLBN Ungaran dan seorang murid SLB Wahid Hasyim Beringin. Keempatnya merupakan murid penyandang tunarungu.