REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) industri perbankan nasional di sepanjang kuartal I 2016 mengalami kenaikan menjadi dari 2,7 persen pada Kuartal IV 2015 menjadi 2,8 persen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, kenaikan tersebut dipicu oleh masih melambatnya ekonomi domestik dan lesunya penyaluran kredit.
"Peningkatan NPL yang sedikit naik dari 2,7 persen ke 2,8 persen menurut saya sudah dalam pemantauan kita. Karena sejalan juga dengan pelemahan ekonomi dan kredit yang melemah," ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad di Jakarta, Senin (16/5).
Menurut Muliaman, umumnya data NPL pada Kuartal I memang kurang menggembirakan. Ia menilai posisi NPL tersebut masih dalam batas yang wajar karena OJK mematok batas maksimal rasio NPL di angka 5 persen.
"Saya pikir NPL 5 persen itu kan batasnya, sekarang baru 2,8 persen masih jauh," ujarnya.
Untuk itu ia berharap, perkembangan ekonomi di tahun ini akan mulai membaik di kuartal II dan III, sehingga dapat memicu peningkatan kredit perbankan dan dapat menekan NPL agar lebih stabil lagi. Pihaknya mengaku optimis perkembangan ekonomi Indonesia akan baik tahun ini.
Muliaman memperkirakan, tren NPL akan stabil pada kuartal berikutnya yang diimbangi dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian domestik. "Artinya kalau perkembangan ekonomi nasional baik tahun ini itu akan diikuti permintaan kredit yg makin meningkat. Jadi saya berharap akan picking up pada kuartal II dan III,"jelasnya.