Selasa 17 May 2016 17:46 WIB

Sony Sandra Perkosa Puluhan Anak-Anak Sejak Empat Tahun Lalu

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Pemerkosaan
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi warga sipil, Masyarakat Peduli Kediri (MPK), berharap hakim tidak semata-mata memakai bukti materiil terkait dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Kediri, Jawa Timur. Kasus tersebut melibatkan seorang pengusaha terkenal asal Kediri bernama Sony Sandra (63 tahun).

Dalam audiensi ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), juru bicara MPK Ferdinand Hutahayan menjelaskan, bukti materiil antara lain hasil visum seringkali kurang berpihak pada korban pemerkosaan. Untuk itu, dia meminta hakim Pengadilan Negeri Kota Kediri dan PN Kabupaten Kediri memperhatikan keterangan saksi dan pengakuan para korban.

Sony Sandra diketahui melakukan pemerkosaan terhadap dua anak. Kasus ini sudah memasuki tahap penuntutan di PN Kota Kediri. Tuntutan jaksa yakni pidana selama 13 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Pada 19 Mei nanti, akan ada pembacaan vonis.

Sementara itu, pengusaha yang dikenal dekat dengan sejumlah orang penting di Kediri itu juga diadili di PN Kabupaten Kediri. Ia diadili terkait kasus pemerkosaan terhadap tiga anak. Tuntutan jaksa di PN Kabupaten Kediri yakni hukuman 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.

Namun, Ferdinand mengaku heran dengan tuntutan jaksa tersebut. Sebab, jaksa masih memakai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Padahal, beleid itu sudah berubah dengan diterbitkannya UU Nomor 35 Tahun 2014. Alhasil, pelaku bisa mengelak dari vonis denda Rp 5 miliar.

Apalagi, menurut Ferdinand, masih ada intimidasi yang diduga kuat dilakukan pelaku. Satu saksi kunci berinisial IG, kata dia, sedang diupayakan pelaku diusir ke Kalimantan.

Kepada KPAI, Ferdinand mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran MPK, masih ada puluhan korban lain dari aksi bejat Sony Sandra. Pelaku diketahui telah melakukan pemerkosaan terhadap anak-anak sejak empat tahun terakhir.

"Karena korban ini kan dicekoki obat semua. Sampai saat ini, itu (obat) apa, kita masih belum tahu. Masih ditelusuri," ucap Ferdinand Hutahayan di kantor KPAI, Jakarta, Selasa (17/5).

Modusnya, pelaku memperdaya korban, yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin. Korban diajak untuk ikut bepergian dengan mobil. Kemudian, di dalam mobil, korban diberi obat penenang berdosis tinggi.

Sesampai di hotel, pelaku kemudian kembali memberikan obat kepada korban. Bahkan, kata Ferdinand, pelaku sanggup memasukkan lima korban sekaligus ke dalam kamar. Mereka diperkosa secara bergiliran.

"Jadi si anak lihat langsung bagaimana (pelaku melakukan kekerasan seksual) ke anak lain," ujar dia.

Rata-rata, para korban masih sesusia anak SD kelas akhir. Karena itu, Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menegaskan, pihaknya akan terus mengawal pengusutuan tuntas kasus ini. Dia juga mendesak agar pelaku dituntut hukuman maksimal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement