REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Amerika Serikat telah menghapus sejumlah sanksi ekonominya terhadap Myanmar, menyusul reformasi politik bersejarah negara itu.
Dilansir BBC News, Rabu (18/5), AS telah mencabut larangan 10 perusahaan milik negara di industri perbankan, kayu, dan pertambangan. Namun efek keseluruhan masih akan terbatas mengingat banyak pengusaha besar Myanmar masih masuk dalam daftar hitam.
Hingga kini masih ada lebih dari 100 orang pengusaha Myanmar dalam daftar sanksi Washington. Itu berarti perusahaan-perusahaan AS dilarang melakukan penawaran dengan mereka. Militer di negara itu juga memiliki saham signifikan di banyak bisnis di Myanmar.
Meski demikian, AS mengatakan langkah terbaru ini bertujuan meningkatkan arus perdagangan dengan Myanmar. Ini juga memungkinkan lebih banyak transaksi keuangan dilakukan.
Tapi pemerintah Obama juga berusaha tetap mempertahankan tekanan pada pemerintah untuk melanjutan transisi demokrasi. Para pejabat AS masih menyatakan keprihatinannya mengenai pelanggaran hak asasi manusia terutama terhadap minoritas Muslim Rohingya.
AS kali pertama melonggarkan sanksi terhadap Myanmar pada 2011 lalu. Harapannya adalah pencabutan sanksi bertahap akan memudahkan mereka mengoperasikan dan melakukan bisnis di negara Asia Tenggara.
Perusahaan besar AS seperti General Electric dan Coca Cola telah mendirikan toko di Myanmar baru-baru ini.