REPUBLIKA.CO.ID BANDUNG -- Syamsi Dhuha Foundation (SDF) - LSM nirlaba peduli Odapus (Orang dengan Lupus) - terus berupaya meningkatkan kualitas hidup Odapus di Indonesia. Lembaga penerima Sasakawa Heatlh Prize 2012 dari WHO ini, juga ikut menjadi bagian dari usaha dunia untuk dapat menemukan terapi Lupus yang aman dan efektif.
Karena itu, masih terkait Hari Lupus Sedunia, SDF beraudiensi dengan MenKes RI Prof Nila Djuwita F. Moeloek SpM (K), kemarin di Jakarta. Audiensi SDF dengan MenKes ini usung dua misi utama yang peroleh respons positif dari MenKes RI. Yaitu obat esensial Lupus yang belum masuk dalam skema penjaminan BPJS dan perlunya bangun data base pasien Lupus di Indonesia.
Hingga saat ini, obat-obat imunosupresan tertentu yang sudah masuk dalam daftar Formularium Nasional (Fornas), masih diberlakukan restriksi untuk pengobatan penyakit Lupus, padahal sebetulnya dibutuhkan. Akibatnya, penggunaan obat-obat tersebut masih harus dibeli sendiri oleh para Odapus, walau yang bersangkutan peserta BPJS Kesehatan.
Sejak 2013, KemenKes RI telah menyetujui empat dari tujuh obat yang diajukan oleh Pengurus Besar Indonesian Rheumatism Association (PB IRA). “Kami bersama SDF masih perjuangkan 1 obat lagi agar juga dijamin BPJS serta 1 obat yang sudah masuk Fornas namun obat tersebut belum tersedia”, ungkap Dr. Sumariyono Sp.PD KR, Ketua PB IRA.
Sedangkan terkait sulitnya membangun data base pasien Lupus yang tersebar di seluruh Indonesia, kata dr Rachmat G Wachjudi SpPD-KR dokter pemerhati Lupus, sampai saat ini, belum bisa diketahui angka yang pasti jumlah Odapus di Indonesia. Termasuk, bagaimana penyebaran secara demografis dan geografis, organ atau sistem apa yang paling banyak terpengaruh dan data epidemiologi lainnya yang sebetulnya dibutuhkan untuk ambil kebijakan terkait penanganan pasien Lupus.
”Karena itu kami sambut baik inisiatif SDF untuk membuat aplikasi. web based untuk membuat basis data Lupus," ujarnya.
Aspek yang akan didata dalam aplikasi ini adalah jumlah pasien, lokasi, demografi, organ/sistem tubuh yang terkena, dan hal lain yang relevan dan berguna untuk pengolahan data berikutnya. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung, aplikasi ini sudah diujicobakan di beberapa fasilitas kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bandung.
"Jadi, menurut hemat kami, aplikasi ini bisa diterapkan secara nasional. Kami berharap dengan aplikasi ini dapat membantu pemerintah membangun data base nasional untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan bagi pasien Lupus dan sekaligus peningkatan kualitas hidup para Odapus” papar Eko Pratomo, pendiri SDF. Dia berharap, usulan aplikasi ini diterima dan dapat digunakan oleh KemenKes RI.
Selain dua hal di atas, SDF juga laporkan kegiatan dan karya SDF lainnya terkait World Lupus Day 2016 yaitu Peluncuran Senam Lupus yang belum pernah ada sebelumnyahttps://youtu.be/1cuQk33EmlE dan aplikasi berbasis android, ’Luppie Diary’.
“SDF saat ini sedang dalam tahap akhir untuk luncurkan aplikasi tersebut yang berbasis android dan diberi nama ’Luppie Diary’, yang merupakan catatan medis pribadi (personal medication record)," kata Dian Syarief, ketua SDF yang juga seorang Odapus.
Aplikasi ini. Kata Dia, merupakan pengembangan dari salah satu karya pemenang ‘Care for Lupus SDF Award’, dari Universitas Surabaya, untuk membantu Odapus mencatat riwayat kesehatan yang dijalaninya secara pribadi. Odapus sering harus berobat ke banyak dokter, rumah sakit atau klinik yang akibatkan riwayat catatan medisnya terpencar di beberapa tempat.
Dengan aplikasi ’Luppie Diary’, yang nantinya dapat diunggah secara gratis ini, diharapkan Odapus atau pendampingnya dapat mengumpulkan riwayat catatan medisnya sendiri yang akan membantu Odapus untuk disiplin lakukan terapi. "Juga akan memudahkan para dokter yang merawat untuk menganalisa dan berikan terapi pengobatan yang lebih baik”, papar Dian.