REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang tahun ini ditargetkan akan dibangun di 60 titik dinilai bisa membantu perusahaan minyak dan gas bumi nasional atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam mengahadapi rendahnya harga minyak dunia.
Direktur Fasilitas dan Kepabeanan Ditjen Bea Cukai Robi Toni menjelaskan, berbagai fasilitas yang ditemui dalam proyek PLB bisa memudahkan KKKS dalam melakukan kegiatan operasi hulu migas seperti pengangkutan peralatan eksplorasi dan pemboran untuk masuk dan keluar pelabuhan. Ujungnya, biaya transportasi bisa jauh berkurang dan meringankan perusahaan migas terlebih dengan kondisi lesunya harga minyak dunia seperti saat ini.
Tak hanya itu, lanjut Robi, berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan migas juga akan menekan biaya cost recovery yang nantinya akan dibayarkan negara kepada KKKS. Ia melanjutkan, berbeda dengan kebijakan pemerintah sebelumnya yakni gudang berikat, PLB kini bisa sekaligus menjadi gudang penimbunan sementara untuk logistik impor ataupun ekspor.
Beberapa tujuan pembentukan PLB, menurut Robi, untuk menurunkan lama dwelling time, efisiensi biaya logistik di mana PLB mendekatkan pasokan bahan baku industri di dalam negeri, serta PLB menjadi hub logistik nasional atau regional.
"Dan peningkatan investasi, harapannya tarik pelaku yang bergerak di bidang logistik. Jadi peluang untuk peningkatan investasi baru," ujar Robi, Rabu (18/5).
Ia melanjutkan, barang-barang untuk keperluan industri migas dapat ditimbun di PLB tanpa harga membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) sampai dipakai oleh industri migas. Selain itu, barang sisa yang belum terserap industri migas bisa disimpan kembali di PLB.
Bahkan barang dalam skema cost recovery yang penyelesaiannya harus reekspor dapat diselesaikan dengan memasukan ke PLB. Artinya, peralatan industri migas yang selesai dipakai boleh untuk tidak dikembalikan ke negara asal dan bisa disimpan kembali di PLB untuk kemudian digunakan lagi dalam proyek selanjutnya.