REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Tatang Sulaiman menegaskan, TNI selaku komponen utama dalam mempertahankan kedaulatan negara telah melakukan berbagai upaya mengantisipasi berkembangnya paham komunisme, marxisme, lenimisme.
Tatang menyikapi terkait maraknya penyebaran atribut dan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) di kalangan masyarakat. "Hingga saat ini TNI telah bekerja sama dengan kepolisian melaksanakan penertiban penggunaan atribut dan simbol yang berbau paham komunisme," katanya di Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Rabu (18/5).
TNI baik secara institusi maupun individu menempatkan hukum sebagai Panglima Tertinggi dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini selaras dengan kode etik prajurit, yaitu tunduk kepada hukum yang tertuang dalam Sumpah Prajurit TNI.
Tatang mengatakan, TNI mengacu pada TAP MPRS XXV/1966, TAP MPR 1/2003 dan UU RI NO 27/1999 (Pasal 107 A sd 107 F) tentang kejahatan terhadap keamanan negara sebagai norma hukum dalam menindak penyebaran paham dan simbol komunisme. "Telah diketahui bersama dan secara jelas bahwa PKI sejak tanggal 5 Juli 1966 telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan telah dibubarkan di seluruh wilayah Indonesia, serta larangan berbagai kegiatan untuk menyebarkan dan mengembangkan faham dan ajarannya," kata Kapuspen TNI.
Mengacu kepada norma hukum tersebut, maka sikap dan tindakan prajurit TNI apabila menemukan penyebaran atribut dan simbol PKI, maka hukumnya wajib untuk menindaknya. Selanjutnya diserahkan kepada pihak Kepolisian.
"Jika TNI membiarkan dan tidak menindaknya maka justru TNI akan disalahkan karena melanggar pasal pembiaran terhadap kejahatan yaitu Pasal 164 KUHP," kata Tatang.
Peran ini harus diambil oleh TNI sebagai perwujudan hadirnya negara. Jika TNI lalai, maka kelompok-kelompok masyarakat akan ambil alih peran tersebut sehingga kelompok masyarakat akan saling berhadapan, bertikai dan negara hancur.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah menyampaikan himbauan kepada seluruh elemen masyarakat untuk tetap waspada dalam menyikapi fenomena kebangkitan PKI. Bisa jadi ini merupakan upaya adu domba. "Yang perlu dilakukan adalah mewujudkan persatuan sesama elemen bangsa agar kejadian G/30/S PKI tahun 1965 tidak terulang kembali karena hal tersebut dapat memecah belah bangsa Indonesia menjadi dua kelompok saling bertikai," katanya.