Kamis 19 May 2016 08:01 WIB

BIN Bantah Orang Tua Presiden Jokowi Terlibat PKI

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso
Foto: ANTARA
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso menyatakan, kabar yang menyebutkan Presiden Joko Widodo terlibat PKI adalah fitnah. BIN menurut Sutiyoso sudah menyelidiki semua latar belakang pejabat negara, termasuk Presiden Jokowi. Dan hasilnya, tidak ditemukan bukti Presiden Jokowi atau orang tuanya terlibat PKI.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/5), Sutiyoso menjelaskan, BIN sudah melakukan penelusuran kepada lembaga-lembaga yang di masa lalu mempunyai catatan mengenai anggota PKI dan keluarganya. Berdasarkan penelusuran tersebut, BIN memastikan tidak ada catatan bahwa orang tua Presiden Jokowi adalah tokoh atau kader PKI, baik di Giriroto, Boyolali, maupun di daerah lain.

"Tuduhan bahwa Presiden Joko Widodo dan orang tua atau keluarga Presiden Joko Widodo terlibat PKI adalah fitnah," kata Sutiyoso menegaskan.

Selama beberapa hari terakhir, beredar pesan berantai di jejaring media sosial terkait isu pembagian 102 ribu kaos gratis bergambar palu arit. Pembagian kaus lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) ini diisukan dilakukan pada 9 Mei 2016, bertepatan dengan Hari Lahir PKI ke-102 tahun.

Kabar pembagian kaos maupun buku-buku gratis tentang ajaran komunis ini sudah mulai menyebar di sejumlah daerah, paling banyak berada di wilayah DKI Jakarta. Sejalan dengan maraknya isu atribut PKI tersebut, muncul beberapa artikel di medsos yang memropagandakan keluarga Presiden Jokowi terlibat PKI.

Dalam tulisan-tulisan tersebut orang tua Presiden dituding sebagai kader PKI. Selain itu, Presiden Jokowi dituduh telah menyembunyikan identitas dan latar belakang orang tua beliau yang disebut sebagai tokoh PKI di Giriroto, Boyolali.

BIN, kata Sutiyoso menjelaskan, adalah lembaga yang diberi kewenangan menyelenggarakan fungsi intelijen di dalam dan luar negeri, sesuai UU No 17 Tahun 2011, pasal 28 ayat 1. Sesuai tugas yang ditetapkan oleh Pasal 29 dari UU tentang Intelijen Negara tersebut, BIN membuat berbagai produk intelijen. "Termasuk antara lain mengenai latar belakang pejabat negara," kata Sutiyoso.

Selanjutnya terkait dengan maraknya isu atribut PKI, BIN mengajak masyarakat untuk mewaspadai pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kembali paham Komunisme/Marxisme-Leninisme. "Tindakan dan propaganda tersebut perlu diwaspadai sebagai ancaman terhadap ideologi Pancasila dan stabilitas nasional," kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Adapun yang bisa dilakukan masyarakat saat ini dalam menyikapi propaganda dan fitnah-fitnah tersebut antara lain, menolak segala bentuk propaganda dan tidak terpancing isu-isu fitnah yang dapat memecah belah persatuan bangsa, melaporkan kepada aparat keamanan setempat jika menemukan penyebaran lambang-lambang PKI dalam bentuk apapun. Selain itu, jika ada propaganda negatif dalam media sosial agar tidak menyebarkan berita-berita tersebut, dan selanjutnya melaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) agar segera bisa dilakukan pemblokiran.

Menyikapi maraknya aktivitas dan penyebaran atribut yang menunjukkan identitas PKI atau komunisme di media sosial maupun di masyarakat, pada 10 Mei 2016 Presiden Jokowi memerintahkan aparat yang berwenang melakukan pendekatan atau tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat.

Masyarakat menurut Sutiyoso, perlu memahami bahwa ada payung hukum dan dasar untuk bertindak terhadap penyebar ajaran komunis, yakni TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larangan ideologi komunis di Indonesia dan UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab UU Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Ancamannya 12 tahun sampai 20 tahun penjara.

Seperti yang disebutkan dalam UU Nomor 27 tahun 1999, pasal 107 a, bahwa barang siapa di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudanya dipidana. "Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun," kata dia mengakhiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement