REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Intelijen Negara (BIN) mengajak masyarakat untuk mewaspadai pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kembali paham komunisme. Mengingat, munculnya isu atribut Partai Komunis Indonesia (PKI) yang marak beredar belakangan ini.
Kepala BIN Sutiyoso mengatakan tindakan dan propaganda tersebut perlu diwaspadai sebagai ancaman terhadap ideologi Pancasila dan stabilitas nasional. BIN mengimbau dalam menyikapi propaganda dan fitnah-fitnah tersebut, masyarakat harus menolak segala bentuk propaganda dan tidak terpancing isu-isu fitnah yang dapat memecah belah persatuan bangsa," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (18/5) malam.
Masyarakat diminta melapor ke aparat keamanan setempat jika menemukan penyebaran lambang-lambang PKI dalam bentuk apapun. Selain itu, jika ada propaganda negatif dalam media sosial agar tidak menyebarkan berita-berita tersebut. Selanjutnya melaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) agar segera bisa dilakukan pemblokiran.
Pada 10 Mei 2016 Presiden Joko Widodo telah memerintahkan aparat yang berwenang untuk melakukan pendekatan atau tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat. Hal tersebut untuk menyikapi maraknya aktivitas dan penyebaran atribut yang menunjukkan identitas PKI atau komunisme di media sosial maupun di masyarakat.
Masyarakat, kata Sutiyoso, perlu memahami bahwa ada payung hukum dan dasar untuk bertindak terhadap penyebar ajaran komunis, yakni TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larangan ideologi komunis di Indonesia dan UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab UU Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. "Ancamannya 12 tahun sampai 20 tahun penjara," kata dia.
Seperti yang disebutkan dalam UU Nomor 27 tahun 1999, pasal 107 a, barang siapa di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.