REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyayangkan vonis 2,5 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepada sopir bus Transjakarta, Bima Pringgas Suara. Basuki bahkan menyalahkan undang-unndang lalu lintas karena tak mengakomodasi kekhususan jalur bus Transjakarta.
Ahok, sapaan akrab Basuki, juga meminta penegak hukum berlaku adil. Ia mencontohkan tak ada masinis yang dipenjara jika kereta menabrak kendaraan atau manusia.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Reda Manthovani memaklumi keberatan Ahok. Tetapi, kata dia, hukum harus ditegakkan berdasarkan peraturan.
"Jangan gara-gara ada kata-kata gubernur, bukan berarti dia (sopir) tidak bisa dihukum,” ujar Reda di Jakarta, Kamis (19/5).
Reda mengatakan jalur kereta api dan busway juga tidak bisa disamakan atau dibandingkan. Karena jalur kereta api tersebut diatur oleh undang-undang perkeretaapian, sedangkan busway juga diatur undang-undang lalu lintas.
“Itu beda, itu ada undang-undang khususnya. Jadi kalau kereta, jalurnya juga super khusus itu,” ucapnya.
Reda berkata, kalau jalur kereta api memang harus steril dari segala macam kegiatan di atas rel. Artinya, kata dia, jalur kereta api tidak bisa disamakan dengan jalur lalu lintas busway. “Jadi, itu dua hal yang berbeda,” katanya.
Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis 2,5 tahun penjara kepada sopir bus Transjakarta, Bima Pringgas Suara terkait kasus tabrakan yang menewaskan satu pemotor di dekat Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat, pada November 2015. Agar kejadian serupa tidak terulang, sopir Transjakarta lainnya dituntut tetap berhati-hati dalam menjalankan tugasnya.
Bima dianggap melanggar Pasal 310 ayat 4 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tahun 2009 yang berbunyi "Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta.”
(Baca Juga: Sopir Transjakarta Diminta Lebih Hati-Hati)