REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyarankan agar kepengurusan PSSI mengadopsi sistem bebas kepartaian dalam proses restrukturisasi organisasinya. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengatakan Statuta PSSI itu harus direvisi dengan memasukkan klausul kriteria kepemimpinan PSSI yang tanpa keterlibatan tokoh-tokoh partai politik.
Juru Bicara di Kemenpora, Gatot Dewa Broto, mengatakan tak dilibatkannya tokoh parpol dalam regenerasi kepengurusan PSSI sebetulnya agar terjadi profesionalisme dalam sepak bola.
"Itu (tanpa keterlibatan tokoh parpol) sebetulnya menjadi salah satu unsur perubahan PSSI. Imbauan saja agar dimasukkan dalam revisi Statuta PSSI," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (19/5).
Tak menjadikan tokoh parpol sebagai pemimpin PSSI sebetulnya pernah ditegaskan pemerintah. Menpora Imam Nahrawi pekan lalu pernah menyampaikan pembatalan SK Pembekuan PSSI bukan berarti menyerahkan sepenuhnya nasib pengurus sepak bola nasional ke ruang internal tanpa pelibatan peran pemerintah.
Imam mengatakan harus ada kesepahaman antara pemerintah dan PSSI terkait dengan kelanjutan reformasi dan tata kelola sepak bola usai pembekuan. Selain itu, menurut Imam agar regenerasi kepengurusan PSSI menjauhkan diri dari partisipasi partai politik.
Permintaan serupa juga pernah dikatakan Kelompok 85 (K-85). K-85 merupakan sejumlah klub dan asosiasi provinsi yang saat ini mendesak agar PSSI segera melaksanakan KLB untuk pergantian kepengurusan pusat.
Sekretaris K-85, Budiman Dalimunthe, mengatakan salah satu kriteria kepemimpimpinan PSSI setidaknya memperhatikan calon presiden federasi yang bisa menghabiskan waktunya untuk sepak bola dan tak disibukkan dengan urusan dan jabatan kepartaian.