REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar riset LIPI, Syamsuddin Haris menilai terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar tak akan berpengaruh positif pada elektoral Golkar.
"Kalau secara internal mungkin bisa (berprospek pada pembangunan Golkar). Tetapi secara elektoral justru tidak," kata Syamsudin di Jakarta, Jumat (19/5).
Menurutnya secara umum publik sudah paham jika banyak masalah etik dan kasus hukum yang tidak tuntas melingkupi Setya Novanto.
Maka tak heran, terpilihnya mantan Ketua DPR RI periode 2014-2015 itu sebagai Ketua Umum Golkar menimbulkan penurunan kepercayaan dari publik terhadap partai berlambang pohon beringin ini.
"Tetapi itulah pilihan DPD-DPD seluruh Indonesia. Kita mau apa?," ujarnya.
Tak dimungkiri kemampuan Setya dalam memobilisasi dana atau finansial menjadi daya tarik banyak pihak untuk mendaulatnya sebagai ketua umum. "Itu yang lebih dilihat ketimbang soal integritas dan etis," ucapnya.
Skenario Aburizal Bakrie yang menjabat ketua umum Golkar sebelumnya pun sangat ketara dalam Munaslub Bali kemarin. Apalagi, posisi pria yang akrab disapa Ical itu kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina.
"Sebenarnya tidak ada yang berubah, hanya ganti ketua umum. Tetapi secara rezim, Golkar masih dipimpin oleh Ical. Apalagi posisi dewan pembina melampaui kewenangan ketua umum," jelasnya.
Namun, hal tersebut dirasa tidak akan menimbulkan resistensi di kalangan partai yang sempat berjaya sepanjang masa orde baru itu "Saya kira tidak (ada resistensi) jika Novanto merangkul dan diakomodasi dalam DPP. Kan sudah biasa dalam tubuh Golkar, kultur politiknya demikian," ujarnya.