Ahad 22 May 2016 16:43 WIB

Penjualan Properti di Jabodetabek Merosot 23 Persen

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Pameran Properti.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pameran Properti. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indonesia Property Watch (IPW) mengungkapkan, penjualan sektor properti di kuartal I 2016 untuk daerah Jabodetabek Banten merosot sebesar 23,1 persen qtq dibandingkan kuartal IV 2015, sedangkan secara tahunan merosot 50 persen yoy. Hal ini merupakan indikasi sektor properti juga Kredit Perumahan Rakyat (KPR) pada 2016 ini masih lesu.

Direktur Eksekutif IPW, Ali Tranghanda mengatakan, tercatat pada kuartal I 2016 penjualan sektor properti merosot menjadi Rp 1,267 triliun dibandingkan kuartal IV 2015 yang sebesar Rp 1,6 triliun. Angka tersebut juga merosot secara tahunan dari sekitar Rp 2,3 triliun pada kuartal I 2015.

"Untuk yang Jabodetabek Banten sebagai contoh. Ini masih jatuh, KPR masih seperti itu. Di sisi lain KPR subsidi kuotanya kan habis," ungkap Ali pada Republika.co.id, Ahad (22/5).

Bahkan menurutnya, untuk KPR Subsidi, pemerintah masih belum dapat membayarnya ke BTN sebagai penyalur rumah subsidi FLPP.

Ali menjelaskan, apabila melihat trennya, penjualan dan kredit KPR seharusnya meningkat di kuartal I dan III. Namun saat ini masalah merosot. Ia mengkhawatirkan sulitnya mendongkrak KPR di kuartal II.

"Dan saya khawatir di kuartal II karena ada tiga momen nih puasa, Lebaran, sama tahun ajaran baru. Itu bisa terpuruk lagi penjualan. Mustinya dari trennya dari kuartal IV ke kuartal I meningkat," tuturnya.

Ali menyebutkan, pada peraturan Bank Indonesia 2015 mengenai aturan Loan to Value (LTV) untuk KPR dan kredit kendaraan bermotor, ada tambahan jaminan. Jadi konsumen menengah ke bawah harus menambah jaminan lagi kalau mau inden KPR. Hal itu yang memberatkan  sehingga ia meminta aturan tersebut juga dihilangkan.

"Nggak perlu tambah jaminan lagi karena jaminannya udah pasti. Nggak bakalan hilang atau lari," ujarnya.

Untuk itu ia menilai positif respon BI untuk mengkaji ulang aturan LTV. Apalagi saat ini, menurutnya, butuh relaksasi kebijakan karena pasar menengah atas dan menengah ke bawah sedang lemah.

"Kalau nanti sewaktu-waktu pasar sudah bagus, peraturannya kembali diperketat pun tidak ada masalah," katanya.

Baca juga: Relaksasi Uang Muka KPR Diyakini Dongkrak Kredit

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement