REPUBLIKA.CO.ID, Penyaluran dana bank India kini masuk ke dalam radar badan investigasi. Baru-baru ini para militan ISIS yang tertangkap mengaku biaya perjalanan mereka ke Suriah untuk bergabung dengan pasukan yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi berasal dari pinjaman bank.
Lembaga pencucian uang global, Financial Action Task Force (FATF) telah memberikan peringatan serupa berdasarkan studi kasus di Eropa dan Arab Saudi. Studi kasus tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa para militan mendapatkan pinjaman dari bank-bank bereputasi untuk mendanai serangan-serangan teror mereka.
Menurut FATF, serangan Charlie Hebdo merupakan salah satu contoh kasus serangan teror yang didanai oleh pinjaman Bank. Berdasarkan data yang dimiliki FATF, dana tersebut bersal dari 6 ribu pinjaman konsumen yang berhasil para teroris dapatkan dengan menggunakan dokumen palsu.
Di samping itu, penelitian Emerging Terrorist Financing Risk yang dilakukan FATF juga menunjukkan bahwa para teroris tersebut melakukan bisnis untuk mendapatkan pendanaan. Bisnis yang dilakukan oleh para anggota teroris tersebut ialah jual beli kendaraan beas di luar negeri hingga penjualan barang palsu.
Kasus yang terjadi di India ini kemudian mendorong National Investgation Agency (NIA) untuk meminta unit intelijen menandai transaksi mencurigakan. Selain itu, NIA juga menginstruksikan agar dilakukan pengecekan latar belakang beberapa kali terhadap pengajuan pinjaman dana bank yang mencurigakan.
Sebelumnya, NIA berhasil menahan beberapa pemuda yang dinilai memiliki hubungan terhadap Janoodul-Khalifa-e-Hind yang merupakan bagian dari ISIS. Pengungkapan kasus pinjaman bank ini terkuak atas penyeidikan terhadap Abu Anas. Anas mengaku bahwa ia mengajukan pinjaman kepada bank Axis dengan menunjukkan status sebagai karyawan Ms Techno World Group.
"Penyelidikan mengungkapkan bahwa Anas mendepositkan Rs 149.000 pada akun Mohd Khadeer alias 'Sulaiman, seorang warga dari Hyderabad yang dikabarkan sedang berperang di Suriah," jelas petugas yang dirahasiakan namanya, seperti dilansir IndiaTimes.