REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan putusan banding atas dua anggota Detasemen Khusus 88 yang menjadi terduga pelanggar kasus kematian Siyono, akan dijatuhkan pada pekan ini.
"Keputusannya diterima atau ditolak, nanti diterbitkan oleh Divisi Hukum, diharapkan (diputuskan) pekan ini," kata Irjen Boy, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/5).
Keputusan tersebut penting untuk menentukan kekuatan hukum dari putusan yang telah dijatuhkan sebelumnya.
"Penolakan atau penerimaan tersebut untuk mendapatkan kekuatan hukum yang tepat dari putusan sidang," katanya.
Dua anggota Detasemen Khusus 88, AKBP T dan Ipda H, yang menjadi terduga pelanggar kasus kematian Siyono mengajukan banding setelah menerima hasil putusan sidang kode etik terkait dengan perkara tersebut.
Dua anggota Densus 88 Antiteror Mabes Polri, AKBP T dan Ipda H, dijatuhi sanksi berupa demosi tidak percaya dalam putusan sidang kode etik terkait dengan kasus kematian terduga teroris Siyono. Dalam putusan tersebut, keduanya wajib menyampaikan permohonan maaf kepada institusi kepolisian.
Selanjutnya, keduanya didemosi tidak percaya, artinya tidak direkomendasikan untuk melanjutkan tugas di Densus 88 dan akan dipindahkan ke satuan kerja lain.
"Dipindahkan ke satker lain dalam waktu minimal 4 tahun," katanya.
Sidang kode etik profesi terkait dengan kasus kematian terduga teroris Siyono digelar sejak Selasa (19/4) dan berlangsung secara tertutup. Sidang tersebut bertujuan menentukan adanya kemungkinan pelanggaran prosedur oleh anggota Densus 88 Antiteror Polri yang melaksanakan tugas pengawalan terhadap Siyono.
Terduga teroris Siyono, warga Dukuh, Desa Pogung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, setelah ditangkap oleh Densus 88 Mabes Polri dikabarkan meninggal dunia ketika dalam pengawalan Densus 88 pada hari Jumat (11/3). Pihak keluarga, terutama istri Siyono, Suratmi, meminta keadilan terkait dengan kematian suaminya.