REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Minuman keras (miras), terutama oplosan beralkohol sudah begitu marak di DIY dan belum ada Peraturan Daerah yang mengaturnya. Sementara itu, Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2014 hanya mengatur miras untuk kabupaten/kota dan DKI Jakarta.
Karena itu, Kepala Biro Hukum Setda DIY Dewa Isnu Broto Umam Santoso mengatakan, Pemda DIY berinisasi membuat Perda tentang Pengaturan dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan. Sampai saat ini, DIY juga belum pernah menerima instruksi dari Mendagri tentang pencabutan Perda No. 12 Tahun 2015.
"Hal itu juga belum pernah disampaikan secara lisan. Tetapi saya tidak tahu kalau disampaikan pada saat Rakor kepala biro seluruh Indonesia dengan Kemendagri baru-baru ini karena kami sedang mengikuti diklat sehingga tidak datang dalam rakor tersebut.Kami juga belum pernah diajak diskusi terkait Perda Minuman beralkohol dan pelarangan minuman oplosan beralkohol. Kalau diajak diskusi, akan kami sampaikan filosofinya mengapa Pemda DIY mengatur mihol,’’ kata dia.
Menurut dia, filosofi mengapa Pemda DIY mengatur pengendalian dan pengawasan mihol dan pelarangan minuman oplosan, karena berdasarkan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014, Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat dapat mengatur dan membuat membuat perdoman kepada kabupaten/kota dalam hal pengaturan mihol. Kalau penanganan mihol dikoordinasikan oleh gubernur bisa seragam antara kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta.
"Agar ada kesamaan penanganannya dan larangannya, maka Pemda DIY membuat Perda pengendalian, pengawasan mihol dan pelarangan minuman oplosan beralkohol sebagai payung hukum untuk kabupaten/kota,’’ ujarnya.
Awalnya, Pemda DIY hanya ingin mengatur minuman beralkohol. Karena melihat kondisi di DIY semakin marak minuman oplosan yang berdampak pada kerusakan organ (mata dan hati) dan bahkan kematian, maka alangkah bijaksana bila Perda di DIY mengatur minuman oplosan.