REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Daerah Metro Jaya menggelar pertemuan di Gedung KPK pada Senin (23/5). Pertemuan dalam rangka mengevaluasi pengamanan Gedung KPK, menyusul dua unjuk rasa yang berujung ricuh dalam waktu sebulan terakhir.
Diketahui, pertemuan tersebut dihadiri Karoops Polda Metro Jaya, Kombes Verdianto I Biti Caca, Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Tubagus Hidayat dan Kapolsek Setiabudi Kompol Tri Yulianto beserta sejumlah anggota Polri lainnya.
"Nggak ada yang penting, cuma bahas pengamanan saja," kata Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Tubagus Hidayat sebelum meninggalkan Gedung KPK.
Ia mengatakan, tidak ada pembicaraan khusus terkait evaluasi pengamanan Gedung KPK. "Kalau masalah demo kan sudah ada UU-nya, ini (pertemuan) kan katanya mau ada gedung (KPK) baru tuh," lanjutnya.
Kapolsek Setiabudi Kompol Tri Yulianto tidak membantah dalam pertemuan juga membahas evaluasi pengamanan gedung KPK menyusul unjuk rasa ricuh pada Jumat (20/5), lalu. Namun hal itu masih dalam koordinasi tingkat pimpinan. "Itu antar pimpinan. Kita belum tahu," kata Tri.
Sementara terkait pelaku pengrusakan dalam unjukrasa tersebut, ia mengatakan pihaknya masih mendalami. "Masih terus kita dalami," katanya.
Meski begitu ia mengatakan, pengamanan Gedung KPK menjadi fokus ke depan untuk dievaluasi, agar tidak terjadi peristiwa berulang. "Mestinya ada, itu jadi evaluasi bersama ke depan," katanya.
Kepala Biro Umum KPK, Syarief Hidayat juga membenarkan rapat terkait dengan evaluasi pengamanan terhadap Gedung KPK. Ia menyebut, salah satu faktor diselenggarakannya rapat tersebut adalah kericuhan yang menyebabkan kerusakan sejumlah fasilitas Gedung KPK.
"Ini merupakan rapat koordinasi pengamanan KPK setelah ricuh kemarin," ujar Syarif kepada media di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/5).
Sebelumnya, ada dua aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di Gedung KPK dalam sebulan ini, yakni massa dari Himpunan Mahasiswa Islam saat menuntut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mundur dari jabatannya. Serta kedua, saat Aliansi Masyarakat Jakarta berunjuk rasa menuntut KPK menetapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka dalam korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras dan rekalamsi terkait teluk Jakarta.