REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fahri Hamzah menegaskan pernyataan dirinya siap mundur dari jabatan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah dimanipulasi untuk menjatuhkannya. Pernyataan tersebut ia sampaikan saat diskusi santai pribadi dan bukan dalam ranah pembicaraan tingkat internal partai politik.
"Itu manipulasi percakapan berdua, ya saya terus terang ada bukti yang lebih akurat dan saya akan minta majelis hakim untuk membolehkan saya mengeluarkan bukti itu karena saya mengganggap itu diskusi dari awal bukan pembicaraan internal partai," kata Fahri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (23/5).
Menurut Fahri, hal tersebut sangat aneh jika apa yang dibicarakan petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pasti selalu mengenai urusan internal partai karena lokasinya di kantor partai. "Siapa bilang semua omongan pimpinan itu tidak ada yang pribadi. Masa ada yang ajak makan terus kita bilang ini masalah internal partai, berarti tidak boleh ada telepon istri dari kantor partai, karena jika ingin menelepon istri, musti keluar dari kantor partai, masak begitu," katanya.
Di lokasi yang sama, kuasa hukum DPP PKS Zainuddin Paru mengungkapkan Fahri Hamzah pernah menyatakan siap untuk mundur dari wakil ketua DPR RI pada Desember 2015 lalu. Zainuddin mengatakan, Fahri menerima atas arahan dan kebijakan yang disampikan Ketua Majelis Syuro PKS dan mengaku mengerti atas keputusan tersebut serta siap menyampaikan alasan tentang pengunduran dirinya juga akan mempelajari surat pengunduran diri itu terlebih dahulu.
"Fahri juga siap menyampaikan pengunduran dirinya pada Koalisi Merah Putih dan meminta pengunduran dirinya itu disampikan pada 15 Desember tahun 2015 usai kunjungan ke Papua, sehingga setelah mundur langsung reses dan langsung disetujui Ketua Majelis Syuro," kata Zainuddin.
Akan tetapi, lanjut dia, Fahri berubah pikiran dengan alasan karena akan dilakukan pemilihan ulang pimpinan DPR, di mana PKS tidak mendapatkan jatah. Dengan alasan itu, Ketua Majelis Syuro memanggil anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Sunmandjaya Rukmandis.
"Lalu pada 11 Desember 2015, dilakukan pertemuan kembali. Dalam pertemuan tersebut, Fahri tidak dapat membantah bahwa kekhawatirannya soal kocok ulang pimpinan DPR adalah tidak berdasar. Pimpinan DPR yang mengundurkan diri akan diganti oleh anggota dari fraksi yang sama," ucap Zainudin.
Atas sikap Fahri yang dianggap tidak konsisten pada 16 Desember 2015, partai pun mengadakan rapat. Rapat tersebut membahas persoalan Fahri dan memutuskan persoalan ini dibawa ke Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO).