REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengaku ditegur oleh Presiden Joko Widodo terkait kasus delapan TKI di Korea yang diduga terlibat gerakan radikalisme.
Berkaca pada kasus tersebut, Nusron mengatakan, Presiden meminta BNP2TKI melakukan pembinaan ekstra ketat pada seluruh TKI yang ada di luar negeri, termasuk memberikan pembinaan keIslaman dan kebangsaan.
"Pesan pentingnya supaya lebih ditingkatkan pendidikan tentang keIslaman dan deradikalisasi di kalangan TKI. Jangan sampai TKI di luar negeri bukan bekerja tapi jadi teroris," ujarnya di Istana Negara, Selasa (24/5).
Menurut Nusron, delapan orang TKI di Korea yang diduga terlibat dengan jaringan terorisme semuanya berjenis kelamin laki-laki. Pada awalnya, mereka mengikuti pengajian yang diadakan di kota tempat mereka bekerja. Belakangan, diketahui mereka terindikasi berhubungan dengan jejaring ISIS.
"Ini kasus pertama yang terjadi pada TKI," kata dia.
Nusron melanjutkan, kedelapan TKI asal Indramayu dan Pati tersebut sudah dideportasi kembali ke Indonesia sejak bulan lalu. Saat hendak dipulangkan ke kampungnya, mereka mengaku masih bercita-cita mati syahid di medan perang yang nyata.
Nusron mengatakan, saat ini kedelapan TKI yang sebelumnya bekerja di pabrik itu telah diserahkan pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk dibina secara khusus.
Untuk mencegah kejadian serupa kembali terjadi, BNP2TKI akan mengintensifkan kegiatan keIslaman di 42 masjid di luar negeri yang dibina oleh TKI. Menurut Nusron, ada kecenderungan yang biasanya terjadi pada orang di perantauan, yaitu ibadah dan maksiat. Oleh karena itu, agar TKI tidak lari pada kegiatan maksiat, maka kegiatan-kegiatan positif seperti kajian keagamaan harus ditingkatkan.