REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komite Teknis Koordinator Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kementerian Koordinator Perekonomian mengatakan, hingga saat ini belum ada arahan dari Presiden terkait rencana untuk menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari sembilan persen menjadi tujuh persen.
Sekretaris Komite Teknis Koordinator KUR Kementerian (Menko) Perekonomian Eny Widiyanti menjelaskan, berdasarkan informasi dari Sekretariat Kabinet, Presiden Jokowi tidak menyampaikan secara spesifik bunga KUR pada 2017 akan turun menjadi tujuh persen.
“Presiden pernah menyinggung-nyinggung bunga KUR tujuh persen di ratas (rapat terbatas) bulan Januari, tapi konteksnya perumpaan,”kata Eny saat dikonfirmasi oleh Republika.co.id, Selasa (24/5).
Eny menjelaskan, apabila Presiden sudah memberi arahan, suku bunga KUR tujuh persen harus langsung jalan. Menurut Eny, ada kemungkinan jika bunga KUR bisa menjadi 7 persen dengan subsidi tetap atau lebih kecil. Pemerintahh memang bermaksud mendorong suku bunga kredit menjadi single digit, supaya mampu bersaing di era MEA.
“Buktinya bank yang dulu menyalurkan KUR Mikro dengan bunga 23 persen, sekarang bisa 19 persen (sembilan persen ditanggung debitur, 10 persen subsidi pemerintah). Jadi bank didorong untuk lebih efisiensi supaya suku bunga bisa turun,” ujarnya.
Karena bunga KUR sebesar tujuh persen masih merupakan wacana, kata Eny, Komite KUR belum mengkaji kenaikan jumlah nasabah. Tapi dengan penurunan suku bunga KUR dari 23 persen menjadi 12 persen dan sembilan persen, permintaan masyarakat luar biasa.
“Ini terbukti dengan BRI yang sudah kehabisan plafon KUR ritel tanggal 11 Maret 2016, yang harusnya jatah satu tahun,” katanya.
Kendati begitu, karena tujuan pmerintah adalah suku bunga single digit, maka seharusnya tujuan tersebut sudah terwujud dengan suku bunga KUR sembilan persen. “Intinya belum ada arahan resmi dari Presiden. Jadi secara politis tidak signifikan menurunkannya menjadi tujuh persen, karena sama-sama single digit.” katanya.