REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut uang sebesar Rp 650 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba (JP).
Uang tersebut diduga merupakan uang 'pelicin' kepada Janner untuk mempengaruhi putusan sidang yang akan sedianya diputus Selasa (24/5) hari ini.
Diketahui, Janner adalah salah satu hakim yang menyidangkan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor dewan pembinaan RSUD M Yunus Bengkulu dengan terdakwa SS (Safri Safei, mantan Kabag Keuangan RS M Yunus, Bengkulu) dan ES (Edi Santoni, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus).
"Uang ini diduga untuk mempengaruhi putusan, ini kan seharusnya disidangkan putusannya hari ini," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5)
Menurutnya, penyerahan uang senilai Rp 650 juta dilakukan dua kali kepada Janner. Penyerahan pertama yakni Rp 500 juta oleh mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus, Edi Santoni pada 17 Mei 2016.
Sementara Rp 150 juta diserahkan oleh Safri Safei kepada Janner sesaat sebelum Tim Satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan.
"Jadi total 650," ujarnya.
Namun katanya, uang Rp 500 juta yang diserahkan sebelumnya, saat ini uang itu sudah diamankan dan disegel di lemari milik Janner.
Seperti diketahui, KPK melakukan OTT terhadap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba, Hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu, Toton, Panitera pengganti PN Bengkulu, Badarudin Bacshin, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus, Edi Santoni serta mantan Kabag Keuangan RS M Yunus, Bengkulu, Safri Safei.
Kelimanya pun saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Janner, Toton dan Badarudin disangka sebagai penerima suap. Sementara itu, Edi dan Safri selaku terdakwa perkara korupsi di RS M Yunus itu disangka sebagai pemberi.
Selaku pemberi suap Edi dan Safri disanka melanggar Pasal 6 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu selaku penerima Janner dan Toton, disangka Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian Badarudin disangka Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.