REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah dan parlemen untuk serius membahas rancangan undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol.
Menurut komisoner KPAI, Rita Pranawati, mengonsumsi minuman beralkohol merupakan salah satu pemicu utama terjadinya kekerasan. Anak-anak pun bisa menjadi pelaku maupun korban kekerasan lantaran pengaruh zat memabukkan.
Untuk itu, dia meminta agar dalam UU Larangan Minuman Beralkohol nantinya ada aturan yang melarang keras akses anak-anak terhadap minuman keras. Rita menilai, belakangan ini penjualan minuman beralkohol kian longgar. Khususnya di minimarket kota-kota besar.
Apalagi, setelah Kementerian Perdagangan melakukan relaksasi aturan mengenai pengendalian peredaran dan penjualan minuman keras golongan A, pada September 2015 silam.
Selama ini, kata dia, minuman keras itu dijual di tempat yang relatif anak itu bisa beli, tanpa harus mengeluarkan identitas. "Itu kan sama sekali tidak memiliki perspektif perlindungan anak. Selama ini kan ditampilkan, di-display, di depan. Memang tantangannya berat. Dunia industri kan enggak mau, soal display (penjualan minuman beralkohol) dan sebagainya,” kata Rita Pranawati saat dihubungi, Selasa (24/5).
Ia juga mendesak agar UU Larangan Minuman Beralkohol juga mengatur soal pelarangan minuman oplosan. Rita menegaskan, konsumsi minuman keras oplosan telah merenggut banyak nyawa, termasuk anak-anak.
“Di luar negeri yang sekular saja masih strict (peredaran minuman beralkohol), untuk melindungi anak. Tidak di tempat-tempat yang terjangkau anak,” kata dia.