REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhamad Syafii mengungkapkan, diperlukan dewan khusus yang mengawasi operasi penanganan tindak pidana terorisme. Pengawasan itu tidak hanya pada aspek transparansi program dan jaminan pengakuan terhadap HAM, tapi juga mengenai audit kinerja keuangan dari aparat yang melakukan penanganan tindak pidana terorisme.
Menurut Syafii, transparansi program penanganan terorisme ini termasuk penilaian mengenai kesesuaian antara operasi penanganan terorisme dengan aturan-aturan yang berlaku, terutama yang menyangkut penangkapan dan penanganan terhadap terduga teroris. Hal ini untuk menghindari terjadinya dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam operasi tindak pidana terorisme, seperti yang sempat terjadi dalam kasus Siyono, beberapa waktu lalu.
Begitu juga dengan audit keuangan terhadap dana-dana yang digunakan untuk operasi penanganan tindak pidana terorisme. ''Kalau transparansi program, ketepatan operasional yang dilakukan sesuai aturan. Jadi jangan lagi melakukan pelanggaran HAM. Sementara audit keuangan, berarti soal penggunaan keuangan, dari mana dapatnya, kemana digunakannya. Jadi harus diawasi kedua-duanya,'' kata Syafii.
Syafii menjelaskan, fungsi pengawasan yang dilakukan DPR lebih bersifat penggunaan anggaran dan pelaksanaan UU. Karena itu, masih diperlukan dewan atau lembaga pengawas tindak pindana terorisme yang berdiri sendiri. Syafii memberikan contoh seperti halnya Komisi Kepolisian terhadap Kepolisian, Komisi Kejaksaan terhadap Kejaksaan, dan Komisi Yudisial terhadap Hakim.
Lembaga atau dewan pengawas itu dianggap bisa melakukan pengawasan di semua aspek dan hingga ke level paling bawah atau di lapangan. Nantinya, dewan pengawas ini dapat terdiri dari akademisi atau pakar-pakar di bidang penanganan tindak terorisme.
''Ya mungkin, kami bisa gunakan seperti adanya dewan pengawas di lembaga lain. Seperti adanya akademisi dan pakar. Setara dengan Komisi Kejaksaan dan Kompolnas. Ini kan menyangkut kedaulatan hak manusia,'' kata politisi Gerindra tersebut.
Saat ini, Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih terus menggodok perubahan UU usulan pemerintah tersebut. Syafii mengungkapkan, pihaknya masih membutuhkan masukan dari sejumlah stake holder terkait konsep pemerintah dalam perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 tersebut, termasuk mengenai definisi teroris dan sejauh mana keterlibatan TNI dalam penanganan tindak pidana terorisme.