REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima tersangka suap kasus dugaan penerimaan suap untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu yang disidang di Pengadilan Negeri Bengkulu.
Dari kelima tahanan tersebut, dua diantaranya adalah hakim. Yakni Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu Janner Purba (JP) dan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton (TN). Kemudian, ada panitera pengadilan Tipikor Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin (BAB).
Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi menyatakan, MA akan memberhentikan sementara ketiga perangkat pengadilan tersebut. "Terkait kejadian itu, MA akan mengambil tindakan tegas yaitu memberhentikan sementara dari jabatannya," kata Suhadi di Gedung Mahkamah Agung, Rabu (25/5).
Suhadi mengaku tidak tahu mengapa masih banyak perangkat pengadilan yang terjerat kasus korupsi. Padahal, pembinaan hakim itu terus menerus dilakukan, baik pembinaan bersifat profesi maupun pembinaan non profesi. "Terkait profesinya hakim itu sekarang banyak diadakan pelatihan pembinaan di diklat. Demikian di diklat itu juga ada ESQ yang menyangkut bimbang rohani," ucap Suhadi.
KPK resmi menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiyang, Bengkulu, Janner Purba (JP) sebagai tersangka, Selasa. Penepatan dilakukan pasca operasi tangkap tangan tim satuan tugas KPK di Bengkulu pada Senin (23/5) lalu.
Penetapan Janner ini bersamaan dengan empat orang lainnya sebagai tersangka, yakni Hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Toton, Panitera pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin serta mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus, Edi Santoni. Terakhir yakni mantan Kabag Keuangan RS M Yunus, Bengkulu, Safri Safei.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp150 juta yang diberikan oleh Syafri kepada Janner. Janner pada 17 Mei 2016 juga sudah menerima uang Rp500 juta dari Edi, sehingga total uang yang Janner terima adalah Rp650 juta.
Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Ansyiria membebaskan Edi dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Muhammad Yunus.