REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte meminta maaf kepada Perdana Menteri Kanada menyusul pemenggalan seorang warga negara Kanada oleh militan Abu Sayyaf. Ia meyakinkan tidak akan terjadi hal seperti itu lagi.
"Tolong terima maaf saya atas insiden yang menewaskan warga negara Anda," kata Duterte kepada Perdana Menteri Justin Trudeau, Kamis (26/5). Trudeau menghubungi Duterte untuk mengucapkan selamat atas kemenangan pemilihannya. "Kami akan memastikan hal seperti ini tidak akan terjadi lagi," lanjut Duterte.
John Risdel, seorang warga negara Kanada dan mantan eksekutif pertambangan dipenggal kelompok Abu Sayyaf di selatan pulau Jolo 25 April lalu. Trudeau menyebutnya tindakan itu sebagai pembunuhan berdarah dingin.
Seorang sandera asal negara Kanada lainnya dan warga Norwegia dan wanita Filipina masih ditahan militan. Delapan bulan lalu mereka diculik dari resor dekat Kota Davao. Di kota tersebut, Duterte pernah menjadi wali kota selama dua dekade.
Baca juga, Abu Sayyaf Penggal Sandera Asal Kanada.
Abu Sayyaf memberi batas waktu bagi Pemerintah Filipina dan Kanada juga keluarga untuk memberi uang tebusan hingga 13 Juni pukul 15.00. Kelompok tersebut meminta 300 juta peso atau sekitar 6,43 juta dolar AS untuk membebaskan masing-masing sandera.
Abu Sayyaf juga menangkap warga negara asing lainnya, termasuk satu dari Belanda, satu dari Jepang dan empat warga Malaysia yang merupakan anak buah kapal.
Duterte (71 tahun) belum dinyatakan memenangkan pemilu 9 Mei. Namun perhitungan suara resmi memenangkannya. Ia menang karena kampanye Duterte untuk menghancurkan kejahatan, korupsi dan penyalahgunaa narkoba.