REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembina organisasi terlarang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Moshaddeq ditahan penyidik Bareskrim Polri seusai menjalani pemeriksaan.
"Mabes Polri telah memanggil mereka yang dinilai sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum yakni Ahmad Moshaddeq," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (26/5).
Selain Ahmad, penyidik Bareskrim Polri juga menahan dua pimpinan Gafatar lainnya, yakni mantan Ketum Gafatar Mahful Muiz Tumanurung dan anak Ahmad, yakni Andri Cahya.
Penahanan ketiganya bermula dari adanya laporan masyarakat dengan Nomor LP 48/I/2016/Bareskrim tertanggal 14 Januari 2016 atas kasus dugaan penistaan agama.
Dari pemeriksaan sejumlah saksi, ketiganya dijerat dengan Pasal 156 huruf a KUHP terkait dugaan penistaan agama. Sementara, untuk Mahful dan Andri dikenakan pasal tambahan, yakni Pasal 110 Ayat jo 107 Ayat 1 dan 2 KUHP tentang Permufakatan Jahat Untuk Melakukan Makar.
Ketiganya ditangkap penyidik Bareskrim pada Rabu (25/5) malam dan kemudian dimasukkan ke Rutan Bareskrim. Penahanan ketiganya, kata Boy, agar pemeriksaan bisa lebih efektif dan demi menjamin keselamatan ketiganya.
Boy menilai keberadaan Gafatar telah menimbulkan keresahan masyarakat, terutama terkait banyaknya orang yang hilang dan ditemukan di Kalimantan Barat. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga sudah menyatakan bahwa organisasi tersebut terlarang.
Namun, polisi tetap melakukan pengusutan atas kasus tersebut dan akhirnya menahan tiga petinggi organisasi tersebut. "Penyidik mencari siapa mereka yang aktif dalam Gafatar dan bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum, terutama yang terkait dengan penodaan ajaran agama," katanya.