REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 tahun 2016 yang mengatur tentang hukuman kebiri bagi predator seksual. Meski demikian, Seksolog Dr Boyke Dian Nugraha mengkritisi hukuman tersebut. Menurut Boyke, hukuman kebiri bertentangan dengan prinsip menyembuhkan yang dianut dokter.
"Saya tidak sependapat (dengan hukuman kebiri) kalau dari sisi medis. Karena, orang itu datang ke dokter kalau ada penyakit jiwanya, maka diperbaiki. Lebih kepada rehabilitasi. Tapi kalau kita melakukan kebiri, berarti kita menyakiti lagi,”kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (26/5).
Dia menjelaskan, efek dari kebiri itu sangat banyak. Pertama, objek hukuman kebiri akan menjadi seperti seorang perempuan. Meski tak lagi menjadi agresif, terpidana tersebut tak lagi memiliki kemauan berhubungan intim. Otot-ototnya pun melemah. Bulu-bulunya rontok. Kemudian, dia kemungkinan akan kena diabetes.
“Lebih mudah terserang diabetes, maka akhirnya ke jantung. Kemudian, payudaranya akan berkembang. Dia menjadi gemuk,”kata Boyke. Secara kejiwaan pun, terpidana akan mengalami depresi, sampai bisa bunuh diri.
Boyke menjelaskan, meski predator seksual dikebiri, otaknya tetap saja bekerja. Otak terpidana, kata dia, tetap memiliki stigma bahwa dia ingin memperkosa. "Jadinya tidak sembuh, kan. Tidak cukup dengan dikebiri."