Jumat 27 May 2016 22:32 WIB

Inflasi Mei Diprediksi di Kisaran 0,2 persen

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
 Pedagang melayani pembeli di toko Sembako pada salah satu pasar tradisional, Jakarta.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pedagang melayani pembeli di toko Sembako pada salah satu pasar tradisional, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom BCA, David Sumual memproyeksi inflasi pada Mei 2016 berada di kisaran 0,20 - 0,22 persen. David menjelaskan, adanya pola musim tanam yang sedikit bergeser mengakibatkan musim panen juga bergeser. Hingga Mei ini masih ada bahan pangan yang panen, sehingga inflasi terjaga cukup rendah.

"Itu juga kenapa harusnya PDB kuartal II akan sedikit terbantu dari sektor pertanian. Panen juga masih ada di bulan Mei. Jadi inflasi saya perkirakan sekitar 0,20 persen," kata David Sumual kepada Republika.co.id, Jumat (27/5).

David menjelaskan, saat ini memang ada beberapa harga pangan yang naik. Seperti daging sapi, telur, dan daging ayam yang masih tinggi. Namun, ada juga beberapa yang di awal bulan harganya mulai turun.

"Seperti bawang merah itu udah mulai turun, juga cabai. Jadi bulan ini masih berlanjut soal makanan," katanya.

Menurut David, pentingnya penyesuaian data pasokan dan harga pangan di tiap kementerian atau lembaga terkait sangat penting untuk ke depannya menjaga inflasi. Hal ini tidak hanya untuk kepentingan konsumen agar dapat membeli dengan harga murah. Namun juga agar pemerintah dapat lebih mudah mengendalikan informasi.

"Persoalannya bukan soal data supply dan demand. Itu kan terefleksi di harga. Kalau misalnya di suatu daerah harga tinggi, berarti kan kurang supply, kita bisa supply kesana. Jadi kita beli di daerah yang harganya rendah lalu kita jual di daerah dengan harga yang tinggi. Jadi pemerintah harus punya informasi seperti itu ya," tuturnya.

Selain itu, rantai distribusi juga masih panjang. Hal ini mengakibatkan harga melonjak tinggi dan yang menikmati selalu pedagang perantara, bukan petani. Di sisi lain, pada bulan Ramadhan ini, David menilai jika konsumsi terkait makanan, serta durable goods seperti motor dan mobil akan naik.

"Fenomena tiap tahun seperti itu malah nggak ngaruh permintaan barang ya. Malah harga pada naik, terutama makanan. Ini yang harus diputus supaya pedagang perantara ini atau spekulan kan selalu main, ini yang Pak Jokowi pengen potong. Lebih efisien lagi pasarnya," kata dia.

Sementara itu, untuk gaji ke 13 dan 14 yang akan dibayarkan pada Juni ini, menurut David akan mempertahankan atau meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, hal itu terjadi apabila harga-harga tidak naik secara cepat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement