REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas, mengatakan pemerintah sebaiknya mengkaji ulang penerapan hukuman kebiri dalam Perppu Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2016. Hukuman seumur hidup dan hukuman mati dinilai lebih efektif diberlakukan kepada para pelaku kejahatan seksual.
"Kami sepakat dengan semangat yang dibawa Perppu untuk memberikan sanksi berat kepada pelaku kejahatan seksual. Yang perlu dipertimbangkan kembali adalah, apakah pelaksanaan hukuman kebiri nanti efektif menimbulkan efek jera bagi pelaku," ujar Supratman kepada Republika, Sabtu (28/5).
Dia melanjutkan, berdasarkan kajian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), hukuman suntik kebiri tiga bulan sekali selama dua tahun akan menimbulkan efek samping bagi tubuh pelaku. Risiko gangguan biologis yang mengarah kepada munculnya hormon-hormon kewanitaan berpeluang terjadi.
Selain itu, kata dia, setelah suntik kebiri selesai dilaksanakan, ada risiko kondisi libido pelaku kembali seperti sebelumnya. Karenanya, dia menilai hukuman seumur hidup dan hukuman mati lebih pantas diberlakukan.
"Mengingat kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat dan sudah berstatus kejahatan luar biasa, maka hukuman mati dan hukuman seumur hidup lebih efektif diberlakukan untuk efek jera," tegas dia.
Baca juga, Jokowi Minta Hukuman Kebiri Segera Diterapkan.
Lebih jauh Supratman mengatakan DPR hingga saat ini belum mengagendakan pembahasan Perppu Perlindungan Anak. Sebab, surat tembusan pembahasan Perppu dari Presiden belum diterima DPR.
Menurutnya, dalam pembahasan Perppu ke depan, isu hukuman kebiri akan menjadi sorotan utama DPR. "Saat Perppu Perlindungan Anak dibahas nanti, efektifitas hukuman kebiri akan menjadi pertimbangan fraksi-fraksi," tambah dia.
Sebelumnya, hukuman kebiri yang ada dalam Perppu Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2016 telah disahkan Presiden Joko Widodo pada Rabu (25/5) lalu. Selain hukuman pemberatan berupa suntik kebiri kimia, Perppu pun mengatur hukuman pemberatan lain berupa hukuman seumur hidup dan hukuman mati.