REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana mengimpor bawang merah 2.500-5.000 ton untuk menstabilkan harga komoditas itu yang cukup tinggi. Anggota Komisi IV DPR RI, Ibnu Multazam meminta pemerintah meninjau ulang rencana tersebut.
Peninjauan ulang tersebut menurut dia untuk memikirkan nasib para petani bawang di Tanah Air. "Jadi pemerintah harus berfikir ke petani, jangan hanya berpikir bagaimana stok di dalam negeri melimpah tapi tanamnya di luar negeri," kata Ibnu saat dihubungi Republika, Sabtu (28/5).
Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution beralasan, impor dilakukan karena suplai bahan pokok ini mulai surut. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) RI, stok bawang merah di gudang-gudang Bulog melimpah. Bahkan, petani sudah siap panen pada Juni dengan estimasi produksi 126.130 ton.
Selain itu, produksi juga diperkirakan melimpah pada Juli mendatang. Yakni, sebanyak 137.807 ton, sementara kebutuhan hanya 89.615 ton. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengusulkan, sepanjang data dari Kementerian Pertanian yang merupakan pemerintah itu valid, sebaiknya kebijakan impor harus ditinjau ulang.
Ibnu mengingatkan, kebijakan impor haruslah sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Sebab, ia menuturkan, kalau hanya menuruti keinginan beberapa pengusaha untuk impor, maka berapa juta petani bawang merah yang hancur.
Sebelumnya, Ketua Dewan Bawang Nasional, Amin Kartiawan Danova menolak keputusan impor bawang merah sebanyak 2.500 ton oleh pemerintah pusat. Sebab, menurutnya ketersediaan bawang nasional cukup, bahkan surplus.
"Jika tidak percaya, silakan turun langsung ke lapangan. Saya ada data dan barangnya," kata dia.
(Baca Juga: Impor Bawang Merang, Pemerintah Dinilai tak Saling Percaya)