Ahad 29 May 2016 07:43 WIB

Protes Anti-Muslim Berujung Kekerasan di Australia

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Kelompok anti-Muslim menggelar aksi demonstrasi di Sydney, Australia, pada 4 April 2015.
Foto: EPA/Mick Tsikas
Kelompok anti-Muslim menggelar aksi demonstrasi di Sydney, Australia, pada 4 April 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pengunjuk rasa dari kelompok Anti-Islam terlibat bentrokan fisik dengan kelompok anti-rasisme di jalan-jalan Melbourne, pada Sabtu (28/5). Akibatnya polisi terpaksa menggunakan semprotan merica dan menangkap tujuh orang demonstran dalam upaya meredakkan bentrokan.

Dilansir Aljazirah, tujuh orang juga ditangkap di Coburg, pinggiran utara Melbourne setelah pengunjuk rasa anti-Islam mulai berkelahi dengan pengunjuk rasa dari kelompok anti-rasisme. Dari gambar yang beredar di televisi nampak demonstran  anti-Islam menggunakan bendera Australia untuk menyerang demonstran lain.

Dalam satu insiden, anggota  United Patriots Front (UPF), yang menggelar kampenye anti-Islam dan anti-Migran terjatuh ke jalan dan ditendang beberapa kali oleh aktivis anti rasisme.

Pada Sabtu, para pengunjuk rasa dari kelompok True Blue Crew dan UPF menggelar kampanye "Stop the Far Left", bersamaan dengan digelarnya demo "No To Racism". Dua kelompok yang merencanakan aksi unjuk rasa di Jembatan Reserve itu berupaya memecah garis polisi setelah mereka dipisahkan. Sekitar 500 polisi anti huru hara dikerahkan untuk memisahkan mereka.

Daily Mail melaporkan, pemimpin UPF Blair Cottrell mengancam saingannya dengan mengatakan kekuatan dan teror akan digunakan sebelum ia mengatakan bahwa pendukung anti-rasisme akan hancur.

Sementara kelompok demo "No to Racism", yang terdiri dari kelompok Anti Fascist Action, berkumpul untuk memprotes sejumlah hal. Mereka memprotes pengakhiran paksa komunitas Aborigin, pusat penahanan lepas pantai, dan Islamophobia.

Serangan terhadap komunitas Muslim Australia memang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan November, sebuah survei oleh Western Sydney University menemukan bahwa umat Islam di Australia mengalami tindakan rasisme tiga kali lipat di atas rata-rata nasional.

Menanggapi bentrokan Komandan Sharon Cowden mengutuk insiden tersebut. Ia menyebut bentrokan sebagai aksi kekerasan dan perilaku pengecut yang tak pantas.

Hal senada juga disampaikan Perdana Menteri Malcolm Turnbull. Ia mengatakan selama ini Australia dikenal dengan masyarakatnya yang multikulturan dan paling sukses dengan hal itu di dunia. Turnbull meminta kedua kelompok saingan saling menghormati.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement