REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Pupuk Kaltim berpartisipasi melepasliarkan sedikitnya lima ekor orang utan berusia 9-10 tahun ke habitatnya di hutan melalui Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation.
"Mereka (satwa--Red) itu dilepaskan di Hutan Kehje Sewen, Samboja Lestari, Kalimantan Timur," kata GM Umum PT Pupuk Kaltim Nur Sahid saat dihubungi, di Jakarta, Ahad. Dijelaskannya, orang utan Kalimantan diklasifikasikan sebagai satwa yang terancam punah dan termasuk dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN).
"Saat ini, keberadaannya semakin sedikit di seluruh Kalimantan," katanya. Meski orang utan termasuk dalam satwa yang dilindungi, katanya, habitat orang utan, yaitu hutan, tidak terlindungi.
Menurut dia, penebangan liar, kebakaran hutan, atau pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan dan pertambangan menyebabkan habitat orang utan semakin terancam. "Belum lagi ancaman perburuan, perdagangan satwa liar, bahkan pembantaian yang akhir-akhir ini marak terjadi," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, sejak April lalu, PT Pupuk Kaltim membantu program rehabilitasi dan pelepasliaran orang utan dengan menyumbangkan dana sebesar Rp 100 juta melalui Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation. "Kami sangat mendukung program ini karena orang utan merupakan satwa khas Kalimantan, perlu diselamatkan, dan dilindungi dari segala ancaman bahaya," katanya.
Terkait dengan lima ekor orang utan tersebut, dia menambahkan, sebelumnya mereka terlempar dari habitatnya karena diperdagangkan, ditangkap, dan dipelihara oleh manusia. Itu membuat mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup mandiri di habitat luar.
Orang utan tersebut kemudian diselamatkan dan dididik kembali agar dapat hidup mandiri di habitat aslinya oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation. Tujuan akhir dari rehabilitasi orangutan adalah melepaskan kembali seluruh orangutan tersebut ke habitat aslinya.
Hal itu sejalan dengan Peraturan Menteri Kehutanan RI mengenai Strategi dan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orang Utan Indonesia 2007-2017 yang menyatakan bahwa seluruh orang utan yang berada di pusat reintroduksi harus dilepasliarkan.
Sebelum orang utan dilepasliarkan, orang utan diperiksa kesehatannya agar dapat beradaptasi dengan baik di habitat barunya nanti. Punggung orang utan juga dipasangi pelacak radio yang berguna untuk memantau keberadaan orang utan selama dilepasliarkan.