REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komposisi partai koalisi di parlemen semakin gemuk pasca Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar menyatakan dukungan untuk Jokowi-JK.
Pengamat politik dari Polmark Indonesia, Eep Saefullah Fatah, mengatakan bahwa bergabungnya dua partai baru tersebut mengharuskan Jokowi memiliki kemampuan dalam mengelola koalisi gemuk.
"Yang harus diingat oleh Pak Jokowi adalah bahwa tidak ada jaminan koalisi besar akan melancarkan kebijakan," ujarnya pada wartawan, usai mengisi materi dalam diskusi rapat kerja nasional (Rakernas) Partai Amanat Nasional (PAN) di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Ahad (29/5).
Dia mencontohkan, saat masa kepemimpinan Presiden SBY, ada tujuh kekuatan partai di parlemen yang mendukung pemerintah. Namun, dalam banyak kebijakan strategis, dibutuhkan waktu yang berlarut-larut bagi SBY untuk memutuskan kebijakan karena banyak kepentingan yang harus diakomidir.
Berkaca pada peristiwa tersebut, Eep menyebut bahwa Jokowi-JK memiliki kewajiban sejarah untuk tidak mengulangi gagalnya sebuah koalisi besar dalam menjaga stabilitas pemerintahan.
Dengan demikian, Eep menyimpulkan bahwa mengakomodasi partai tak menjadi jaminan lancarnya program pemerintah. Justru, sambung dia, ini akan menjadi langkah awal bagi Jokowi-JK untuk mengelola koalisi besar tersebut. Sebab, koalisi yang besar dapat menjadi beban pemerintah jika antarpartai tidak solid.
"Jangan sampai semua partai punya visi masing-masing sehingga pemerintahan seperti kelompok studi, yang satu dengan yang lain bisa saling berdebat," kata dia.