Ahad 29 May 2016 18:56 WIB

Negara Wajib Rehabilitasi Korban Kekerasan Seksual

Rep: Halimatus Sa'diyah / Red: Achmad Syalaby
Korban perkosaan (ilustrasi).
Foto: Archive.indianexpress.com
Korban perkosaan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi bidang Perlidungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta, mengatakan bahwa negara memiliki kewajiban memberikan rehabilitasi bagi korban kekerasan seksual. Kewajiban tersebut tercantum dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

Dia menjelaskan, berdasarkan instrumen hukum tersebut, perlindungan khusus wajib diberikan negara antara lain melalui pengobatan atau rehabilitasi secara fisik, psikis, sosial serta pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan. 

Dalam pelaksanaannya, Pribudiarta menyebut bahwa negara telah memiliki Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 33 provinsi dan 273 kabupaten/kota. 

Pusat pelayanan tersebut menerima pelaporan serta memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, dan pendampingan hukum bagi korban kekerasan seksual. Menurut dia, seluruh layanan dilakukan oleh lintas kementerian yang bekerjasama dengan LSM. 

"Contohnya di DKI, pusat layanan terpadu basisnya di RS Polri, yang memfasilitasi Pemda DKI, tetapi seluruh tim sudah punya kesepakatan," ujarnya pada Republika.co.id, Ahad (29/5).

Pribudiarta mengakui bahwa angka kekerasan seksual di Indonesia masih terbilang tinggi. Menurut dia, hal ini terjadi karena masih adanya budaya masyarakat yang tidak mendukung, seperti bias gender dimana ada anggapan bahwa laki-laki boleh melakukan kekerasan. Faktor lain, sambung dia, adanya ketidakmampuan memberikan pengasuhan yang aman dari orang tua pada anaknya. 

"Padahal anak bukan manusia dalam bentuk mini. Anak tidak bisa dipisahkan dari orang tua dan pengasuhnya. Sementara pendidikan untuk menjadi orang tua hampir tidak ada, termasuk pendidikan seksualitas bagi anak dan remaja serta pendidikan gender," tutur dia. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement