REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha yakin, adanya kerja sama antara petani bawang dengan Perum Bulog serta PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) bisa menstabilkan harga bawang merah yang sempat melambung tinggi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Bawang Merah Indonesia Ikhwan Arif mengungkapkan, pekan ini pembelian bawang akan dilakukan secara serentak di lima provinsi di Sumatra.
Total bawang yang terserap ditargetkan mencapai 20 ton per provinsi. Hanya saja Ikhwan menyebut untuk tahap awal, serapan untuk enam ton hingga tujuh ton bawang merah di setiap provinsi di Sumatra sudah cukup membantu menekan harga. Ikhwan menilai, langkah ini dinilai lebih efektif ketimbang harus mengimpor 2.500 ton bawang di saat mendekati panen raya.
"Tujuan utamanya adalah stabilisasi harga. Asosiasi mendukung dari proses pembelian dari petani sampai penjualnya. Nanti akan bisa kita buktikan, distribusi mana yang terhambat," kata Ikhwan, Ahad (29/5).
Pengamat pertanian dari Institute Pertanian Bogor Dwi Andreas menilai, kebijakan pemerintah untuk impor barang merah sebanyak 2.500 ton memang tidak akan berdampak signifikan. Apalagi, karena kebijakan impor baru dikeluarkan akhir-akhir ini maka produk impor bisa saja baru masuk pasar dua bulan mendatang.
Hanya saja, Dwi beranggapan bahwa pemerintah memang tidak ingin mengejar efek berupa produk melainkan efek psikologi bagi pelaku usaha. Sejarah pernah mencatat, pemerintahan orde baru sempat mengumumkan kebijakan untuk impor beras saat harga melambung tinggi. Sesaat setelah pengumuman itu, harga beras berangsur pulih ke harga normal dan akhirnya keputusan untuk impor beras dibatalkan.
Dwi menambahkan, dengan lonjakan harga bawang merah yang mencapai 34 persen kenaikan harga dalam sebulan belakangan, sebetulnya kebijakan untuk impor bawang merah bisa dimaklumi. Alasannya, kondisi ini memaksa pemerintah mengambil langkah cepat untuk menekan harga termasuk dengan cara impor.
"Sehingga memang perlu ada upaya untuk menurunkan itu. Sudah barang tentu secara fisik dengan impor saat ini tidak akan bisa, karena impor kan baru datang dua bulan lagi ya. Tapi ada dampak psikologis. Itu saya kira. Sebetulnya kalau kita memang ingin memenuhi kebutuhan bawang kita harusnya dilakukan sekitar dua bulan lalu," kata Dwi.