REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi menolak menyebut pihak yang terlibat dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Hal ini menyusul pengembangan kasus yang terus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap tabir kasus tersebut.
"Memang nggak ada yang harus diungkap, pokoknya saya sudah terbuka oleh KPK," katanya usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (30/5).
Ia juga mengaku tidak tahu menahu perihal dugaan adanya barter kontribusi tambahan antara Pemerintah Provinsi DKI dengan perusahaan pengembang.
Dikatakan Sanusi, tentu secara prosedur hal tersebut melanggar. Pihak Pemprov DKI pun selama ini katanya, belum pernah mengkonfirmasi barter tambahan tersebut ke pihak DPRD.
"Tidak pernah, tidak pernah sama sekali. Saya nggak tau itu. Secara prosedur harusnya Raperdanya jadi dulu ya," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam pengembangan kasus reklamasi ada indikasi pihak lain yang turut menerima suap dari para pengembang dan menjadi salah satu fokus KPK saat ini.
Namun, KPK sendiri enggan berspekulasi terkait pihak tersebut, dan terus mengumpulkan bukti-bukti dan fakta-fakta. Adapun pemeriksaan mantan Politisi Partai Gerindra itu hari ini oleh KPK, yakni sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.
Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka yakni Anggota DPRD DKI Jakarta yang juga sebelumnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan pegawai PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.
Adapun kasus ini berawal ketika KPK menangkap tangan M Sanusi yang diduga menerima uang suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja guna memuluskan pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Ariesman menyuap Sanusi melalui Trinanda dengan uang senilai Rp 2 miliar yang dipecah dalam dua kali pengiriman masing-masing Rp 1 miliar.
Saat pengiriman kedua, KPK menangkap Sanusi dan langsung mengejar Ariesman yang saat itu belum diketahui posisinya. Namun, tak beberapa lama Ariesman pun menyerahkan diri kepada KPK pada Jumat (1/4) pukul 20.00 WIB.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa Rp 1 Miliar dan 140 juta. Uang tersebut terdiri atas 11.400 lembar pecahan uang Rp 100 ribu dan uang dollar USD 8.000 yang terbagi atas uang USD 100 sebanyak 80 lembar.
KPK menyangka M. Sanusi dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHPidana.
Sementara itu, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Terakhir, untuk Trinanda Prihantoro, KPK menyangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.