REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik mencatat inflasi pada Mei sebesar 0,24 persen yang disumbang kenaikan harga komoditas pangan. Kepala BPS Suryamin mengatakan, kenaikan ini sebenarnya bukan dikarenakan perubahan harga dari bawang dan daging sapi. Sebab harga kedua pangan ini masih stagnan. Suryamin justru melihat ada pertumbuhan harga di pangan lain seperti daging ayam ras, gula pasir, minyak goreng, dan telur ayam ras.
Suryamin menjelaskan, selama Mei, harga daging ayam ras mengalami peningkatan rata-rata 17 persen dengan andil 0,08 persen terhadap inflasi. "Kami kira ini karena menjelang Ramadhan jadi naik harganya," kata Suryamin dalam jumpa pers, di Jakarta, Rabu (1/6).
Baca juga: Harga Makanan Jadi Penyumbang Utama Inflasi Mei 2016
Kenaikan harga ayam ras ini meski sedikit tapi telah terjadi di 64 kota Indeks harga konsumen (IHK). Kenaikan tertinggi di Tanjung Pandang sebesar 38 persen dan Jambi 26 persen. Harga gula pasir juga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Selama Mei, harga gula pasir meningkat 7,4 persen. Walau belum terlalu besar tapi kenaikan ini terjadi di 80 kota IHK.
"Ini tinggi permintaannya. Kalau persediaan yang melimpah pasti tidak akan naik. Ini harus diwaspadai juga. Pemerintah sekarang terlalu konsen sama bawang dan daging, padahal nggak ada masalah kalau dilihat bulan ke bulan," ujarnya.
Dua bahan pangan yang menyumbangkan inflasi adalah telur ayam ras dan minyak goreng. Harga telur mengalami kenaikan 3,12 persen yang terjadi di 61 kota IHK. Sedangkan harga minyak goreng mengalami kenaikan 1,73 persen yang terjadi di 67 kota IHK.
Untuk minyak goreng yang dibuat dari minyak kelapa sawit mentah (CPO), Suryamin meminta agar pemerintah jangan hanya memikirkan ekspor CPO karena harganya tengah naik. Pemerintah juga diharap bisa menyediakan sumber minyak goreng yang banyak menjelang bulan Ramadhan.
"Ini (minyak goreng) juga harus dikendalikan harganya," ujar Suryamin.