Rabu 01 Jun 2016 17:33 WIB

Buruh Jangan Hanya Berkutat Soal Upah

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ani Nursalikah
Para buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) membawa poster sambil meneriakkan tuntutannya saat berunjuk rasa menuntut upah layak, di Semarang, Jateng. (Antara/R. Rekotomo)
Para buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) membawa poster sambil meneriakkan tuntutannya saat berunjuk rasa menuntut upah layak, di Semarang, Jateng. (Antara/R. Rekotomo)

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri meminta serikat pekerja/buruh mampu mengaktualisasikan perjuangannya. Hal ini bertujuan agar buruh tidak terjebak dan berkutat dengan persoalan-persoalan ketenagakerjaan klasik semata seperti persoalan upah.

Saat ini, upah minimum bukanlah satu-satunya patokan tingkat kesejahteraan pekerja. Pemerintah telah menjalankan beberapa program yang dapat menjadi instrumen untuk menekan pengeluaran buruh seperti program perumahan pekerja, transportasi pekerja, hingga kredit usaha rakyat (KUR) yang bisa menjadi modal untuk berwirausaha bagi masyarakat.

 

“Pemerintah berharap upah minimum jangan dilihat sebagai satu-satunya alat menyejahterakan buruh. Ada instrumen-instrumen lain yang ditawarkan oleh pemerintah agar pengeluaran buruh ini bisa berkurang,” ujar Hanif dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/6).

 

Perjuangan serikat pekerja/buruh juga harus memperhatikan perkembangan profil angkatan kerja di Indonesia. Dari 122,4 juta orang yang ada, angkatan kerja Indonesia didominasi oleh lulusan pendidikan menengah pertama ke bawah (SMP/sederajat ke bawah) yang mencapai 60,74 persen.

Hanif menyebut mereka yang telah terserap ke dunia kerja akan sulit meningkatkan jenjang kariernya karena keterbatasan tingkat pendidikan. "Sedangkan lebih dari tujuh juta angkatan kerja yang belum terserap juga akan sulit bersaing dalam memperoleh pekerjaan karena rendahnya tingkat pendidikan,” kata Hanif.

 

Di samping itu, lebih dari 114 juta angkatan kerja yang ada telah bekerja. Dengan prosentase angkatan kerja yang telah terserap ke lapangan kerja didominasi oleh angkatan kerja dengan pendidikan rendah, hal tersebut yang akan mempersulit posisi pekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya.

 

Hanif berharap serikat pekerja/buruh dan pengusaha dapat bergandengan tangan bersama-sama pemerintah agar isu profil angkatan kerja tersebut dapat menjadi permasalahan bersama. Pemerintah dan pengusaha dapat bekerja sama dalam mempermudah akses dan meningkatkan mutu pelatihan kerja.

 

Serikat pekerja/buruh juga diajak memanfaatkan jejaring keanggotaanya untuk didorong ke pelatihan yang disediakan di lingkungan kerja, maupun di balai latihan kerja milik pemerintah.

Kompetensi kerja, kata Hanif, harus menjadi perhatian dari semuanya. Karena kalau tidak, Indonesia akan susah mendorong yang (lebih dari) 60 persen ini naik kelas. "Tandem antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja/buruh menjadi penting agar percepatan dari peningkatan akses dan mutu dari pelatihan kompetensi ini dapat dijalankan,” kata Hanif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement