REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Presiden Indonesia Jenderal TNI Purn Try Sutrisno berpandangan proses rekonsiliasi atas peristiwa 1965 bisa diadakan karena memiliki tujuan untuk perdamaian. Namun, kata dia, hanya berlaku untuk bangsa yang berpancasila.
"Jadi kalau yang tidak pancasila segera tinggalkan itu, bertobatlah dia, masuklah dalam bangsa yang berpancasila," kata Try selepas pelaksanaan hari pertama simposium bertajuk Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (1/6).
Karenanya Try menekankan pelaksanaan rekonsiliasi harus dirumuskan bersama agar tidak ada kekeliruan di dalamnya dan dengan pola pancasila demi mencapai kata damai bagi seluruh elemen bangsa. "Harus dirumuskan bersama dalam pola pancasila, jangan sampai keliru karena tujuannya damai, namun damai dengan siapa, kalau damai dengan PKI, no. Tapi jika rekonsiliasi itu dalam arti orang Indonesia supaya rukun, bersatu, sadar kembali pada perjuangan itu baru rekonsiliasi," tuturnya.
Lebih lanjut dia menegaskan keberatannya jika negara harus meminta maaf dan memberikan kompensasi baik pada keluarga anggota dan simpatisan PKI ataupun mereka yang terstigmatisasi komunis. "Tidak bisa meminta maaf, negara itu formil dan PKI itu partai, masa negara minta maaf pada partai, termasuk pada keluarga korban sama sekali tidak ada, karena sudah diselesaikan secara politik dan hukum. Tidak ada maaf memaafkan termasuk kompensasi, sudah selesai itu semua," ucapnya.
Terkait dengan pelaksanaan simposium bertajuk membela pancasila tersebut yang digagas beberapa purnawirawan TNI dan organisasi massa, Try menegaskan semua yang hadir dalam acara tersebut memiliki kesadaran dan tanggungjawab sebagai bangsa Indonesia untuk setia pada pancasila.