REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) kembali mempertahankan peringkat Indonesia pada level BB+/positive outlook pada 1 Juni 2016.
Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo, dampak dari keputusan S&P ini sudah banyak diperkirakan oleh pasar. Apalagi banyak investor yang berinvestasi di Indonesia baik di Surat Utang Negara (SUN), obligasi korporasi atau pasar modal.
"Kalau ada kesimpulan mereka belum bisa berikan kita investment grade kami menghormati keputusan dari S&P walaupun menurut kami kita sudah jelaskan. Dan kita sudah berikan status untuk kelima aspek baik itu dari sisi goverment, sisi ekonomi, sisi eksternal, sisi fiskal dan moneter, kalau salah satu dari lima masih ada kurang kami merasa itu hak dari S&P," ujar Agus di Jakarta, Rabu (1/6) malam.
Rilis S&P ini memang merupakan di bawah ekspektasi. Namun, Agus menilai untuk itu Indonesia harus tetap memperkuat makro ekonomi. Apalagi di tengah ketidakpastian situasi ekonomi global, seperti The Fed yang memberikan sinyal akan menaikkan Fed Fund Rate pada Juni atau Juli 2016.
"Yang perlu kita lakukan adalah menjaga fundamental ekonomi Indonesia tetap naik. Kita lihat inflasi yang ternyata hari ini keluar 3,3 persen yoy sudah lebih rendah dari bulan lalu yang 3,6 persen yoy dan juga mengenai transaksi berjalan kita. Melihat kondisi yang juga lebih sehat. Jadi hal-hal seperti ini tentu akan membuat kita lebih siap menghadapi tekanan-tekanan dari eksternal,"ujarnya.
S&P sebelumnya telah meningkatkan outlook rating Indonesia dari “Stable” menjadi “Positive” sekaligus mengafirmasi rating pada level BB+ pada 21 Mei 2015.