Kamis 02 Jun 2016 16:05 WIB

Serikat Pedagang Tuding Operasi Pasar Gagal Turunkan Harga

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Perum Bulog menyiapkan 500 ribu ton beras untuk operasi pasar. (ilustrasi)
Foto: Antara/Aco Ahmad
Perum Bulog menyiapkan 500 ribu ton beras untuk operasi pasar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Serikat Pedagang Pasar Indonesia (SPPI) Burhan Saidi menilai upaya pengendalian harga pangan strategis pemerintah melalui Operasi Pasar (OP) salah kaprah. Sebab, pelaksaannya tak menggandeng pelaku pasar yang sehari-hari berdagang, melainkan menjadi ajang cari untung para cukong yang berada di lingkaran pemerintah dan Perum Bulog.

"OP selama ini hanya menguntungkan orang yang punya uang besar, tapi itu hanya lipstik, biar tampak berhasil mengendalikan harga di media massa," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (2/6). Ia bercerita pernah mengajukan diri menjadi mitra Bulog melakukan OP dan mengajukan drop order, tapi ternyata pengembalian uang penebusan barang dari gudang bulog terlalu besar dan harus dibayar secepatnya.

Menjadi mitra OP, kata dia, harus memiliki uang besar dan pedagang pasar sulit memenuhinya. Akhirnya, praktik OP yang selama ini terjadi hanya dilakukan para cukong yang kerap mendominasi pasokan di pasar. Kegiatan tersebut pun tidak memberikan dampak signifikan untuk menurunkan harga pangan.

Jika OP ingin berhasil, kata dia, pemerintah harus menggunakan aturan main pasar yang sudah jelas, yakni memenuhi pasokan pasar secara rill, bukan mengaku-aku. OP juga seharusnya bekerja sama dengan para pelaku pasar yang sebenarnya. Skema kerja samanya pun harus dibarengi pembiayaan yang kendur. "Jadi kalau katanya pemerintah gandeng pedagang, itu sebenarnya tidak ada," tuturnya.

Ia menilai harga pangan saat ini masih di luar kewajaran. Rata-rata harga tinggi di atas 30 persen dari harga normal terutama untuk komoditas daging sapi, telur, dan bawang merah. "Antisipasi pengendalian harga serba mendadak, impor harusnya 3-5 bulan sebelumnya jika memang betulan kurang pasokannya," tuturnya.

Pantauan SPPI, wilayah kenaikan harga tersebar di Pulau Jawa hampir menyeluruh. Kenaikan juga terjadi di sejumlah kota besar Sumatra seperti Medan, Padang, Lampung dan Palembang. Meski harga pangan tinggi, tak lantas pedagang dapat untung yang tinggi. "Karena harga beli pedagangnya juga tinggi makanya kita jual mahal," katanya. Biaya operasional dan transportasi mendukung peningkatan harga pangan di pasar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement