REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan. Berdasarkan laporan International Institute for Management Development (IMD) 2016, peringkat daya saing Indonesia turun enam peringkat dari peringkat ke-42 menjadi ke-48.
Direktur IMD Competitiveness Center Profesor Arturo Bris mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang mengalami penurunan signifikan. "Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, turun signifikan dari posisi tahun 2015," kata Bris dalam laporannya di situs resmi IMD.
Bris tidak menyebutkan secara khusus alasan penurunan peringkat Indonesia dalam laporan resminya. Namun, dalam wawancara khusus dengan Forbes, Bris menyebutkan bahwa negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia, Korea Selatan mengalami penurunan peringkat daya saing karena terimbas perekonomian Cina.
"Negara-negara tersebut memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Cina dan terkena dampaknya tahun ini," kata Bris.
Perekonomian Cina bukan menjadi satu-satunya faktor yang menjadi penyebab turunnya daya saing Indonesia. Faktor lainnya juga adalah turunnya harga komoditas. Ekonomi Indonesia yang selama ini bergantung pada komoditas, sudah jelas terpukul karena anjloknya harga. "Selain itu juga dipengaruhi harga minyak yang turun," kata Bris.
Dia menjelaskan, ada lebih dari 340 kriteria yang digunakan untuk menentukan peringkat daya saing. Namun, secara umum, ada empat faktor utama yang dinilai yakni kinerja perekonomian, efektivitas pemerintahan, efektivitas bisnis, serta infrastruktur. Survei dilakukan kepada lebih dari 5.400 pelaku bisnis.
Di level Asia Tenggara, peringkat Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Singapura menempati peringkat empat atau turun satu peringkat, Malaysia turun lima peringkat ke posisi 19, Thailand naik dua peringkat ke posisi 28, sedangkan Filipina turun satu peringkat ke posisi 42.
Bris menjelaskan, negara-negara yang berada pada peringkat 20 besar, secara umum sangat fokus pada perbaikan iklim dan regulasi bisnis. Mereka juga terus menggenjot perbaikan infrastruktur.
Dia mencontohkan, Hong Kong yang kini berada di peringkat pertama, melakukan inovasi dengan menerapkan pajak yang rendah serta tidak melakukan pembatasan yang ketat terhadap dana-dana yang masuk atau yang keluar.