REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indonesia gagal meraih peringkat layak investasi atau investment grade dari lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) meski sudah mengeluarkan 12 paket deregulasi. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, kegagalan itu membuat pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan.
"S&P bukan satu-satunya. Tapi ini tetap menjadi koreksi bagi pemerintah. Memang persoalan fiskal yang perlu dilakukan perbaikan," ujar Pramono di Jakarta, Kamis (2/6).
Terkait fiskal, dia menilai persoalan tersebut tak hanya dihadapi Indonesia. Masalah fiskal juga menjadi penghambat pertumbuhan di banyak negara lain akibat pelemahan ekonomi global. Dengan kondisi tersebut, pemerintah bersyukur karena kondisi ekonomi Indonesia masih cukup stabil sehingga tetap mendapatkan nilai BB+ dari S&P.
Kendati peringkat Indonesia tidak meningkat, Pramono mengatakan pemerintah tetap optimistis dengan target ease of doing business menjadi nomor 40 dunia.
"Yang paling penting kalau persoalan ease of doing business bisa dilakukan perbaikan, ranking kita bisa seperti yang diharapkan Presiden yaitu 40," kata dia.
Baca juga: Menkeu Pertanyakan Alasan S&P tak Naikkan Peringkat Indonesia